Jakarta, TopBusiness – Di tengah banyak tantangan eksternal sepanjang tahun 2023, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI (IDX: BBRI) menorehkan kenaikan laba sebesar 17,5 persen menjadi Rp 60,4 triliun. BRI juga mencatatkan aset Rp 1.965 triliun hingga Desember 2023 atau naik 5,3 persen dari tahun sebelumnya.
Direktur Utama BRI Sunarso memaparkan, pelaku usaha tahun 2023 menghadapi banyak tantangan eksternal mulai dari era suku bunga tinggi, kondisi geopolitik yang memanas, dan kondisi perbankan di AS yang banyak kolaps. “Namun, BRI mampu lewati itu semua secara impresif,” ujar Sunarso dalam Paparan Kinerja BRI 2023, Rabu (30/1/2024).
Dia menjelaskan, pencapaian laba tersebut tidak terlepas dari penyaluran kredit BRI Rp 1.266,4 triliun atau tumbuh 11,2 persen secara tahunan pada periode Desember 2023. Dari jumlah tersebut, kredit UMKM menjadi penyaluran terbesar, yakni Rp 1.068,7 triliun atau 84,4 persen dari seluruh penyaluran kredit.
Tak hanya itu, BRI juga berhasil menjaga kualitas kredit dengan rasio non performing loan (NPL) atau kredit macet 2,95 persen dan NPL coverage 229,09 persen. “NPL di bawah 3 persen ini artinya kita hati-hati kelola kredit sebagai bank yang fokus ke pinjaman usaha kecil menengah,” ucap Sunarso.
Proyeksi Kredit 2024
Manajemen BRI memproyeksikan kredit tumbuh agresif hingga di kisaran 11 persen-12 persen pada 2024 di tengah tren suku bunga tinggi. Perseroan bakal terus membidik UMKM dengan memberikan fokus lebih kepada segmen bawah, yaitu ultra mikro. Dengan optimalisasi Holding Ultra Mikro (UMi) sebagai mesin pertumbuhan baru.
“Strateginya yang pertama, kita pastikan sumber pertumbuhan baru, yang kita bilang go smaller. Lalu, untuk untuk bisa ngasih kredit, menyiapkan dana, maka kita harus securing likuiditas tumbuh,” ujarnya.
Saat ini, perseroan memastikan tercukupinya likuiditas, lantaran dalam kondisi sekarang, kata Sunarso, likuiditas menjadi satu hal yang menantang, di mana hal tersebut ditentukan bagaimana perusahaan berkompetisi di pasar.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan untuk menumbuhkan kredit, perlu didukung oleh permodalan. Adapun, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) BBRI berada di level 27,3 persen, jauh melampaui ketentuan CAR menurut aturan basel III yang sebesar 17,5 persen “Ada ruang CAR 10 persen. Kalau satu tahun kita butuh equivalent CAR 2 persen saja, artinya sampai lima tahun ke depan, maka ke depan tidak ada isu permodalan,” ujarnya.