Jakarta, BusinessNews Indonesia—Wakil ketua komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha menyatakan, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) membutuhkan komitmen menyeluruh dari berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan swasta.
Hal itu dalam kerangka kerangka hukum yang mengikat. “Untuk itu, DPR berencana merancang undang-undang terkait pengembangan EBT, terang Satya dalam acara Clean Energy Outlook 2018 di Jakarta (21/12).
Satya menjelaskan, selama ini, belum ada pengaturan spesifik terkait pengembangan EBT, hanya berpegangan pada ratifikasi Komitmen Kesepakatan Iklim Paris Komitmen atau dua poin dari SDGs. “Oleh karena itu, penting adanya undang-undang yang khusus mengatur EBT.”
Meski dua hal tersebut bobotnya sudah sama dengan undang-undang, lanjut Satya, tetapi cenderung tidak spesifik mengatur sektor EBT dari hulu ke hilir. “Banyak komponen NDC (nationally determined contribution) yang harus dicapai,” tambah Satya.
Jika UU ini nantinya disahkan, manfaat yang akan didapat adalah bisa diimplementasikan multisektor; menciptakan keseimbangan playing field antara energi berbahan bakar fosil dan EBT; membangun supply chain management yang baik.
“Visi pemerintah adalah membentuk pengelola rantai pasokan EBT yang representatif, sebagaimana sektor migas yang dikelola SKK Migas,” ungkap Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR ini.
Sementara itu Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM RI, Rida Mulyana mengatakan bahwa dukungan DPR sangat penting guna wujudkan energi berkeadilan.
“Pengembangan EBT butuh keterlibatan dari berbagai pihak. Kita optimistis EBT dapat menjadi alternatif energi fosil guna mewujudkan energi berkeadilan bagi saudara-saudara kita yang belum dapat menikmati akses listrik yang memadai,” ujar Rida.