Jakarta, TopBusiness.id — Indonesia memasuki fase darurat penipuan digital (scam). Laju transformasi digital yang pesat di sektor keuangan ternyata diikuti oleh eskalasi kejahatan siber pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK, Friderica Widyasari Dewi.
Berbicara dalam forum kolaborasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia, Friderica mengingatkan bahwa kemudahan yang ditawarkan layanan keuangan digital berbanding lurus dengan meningkatnya risiko kejahatan siber. Bahkan, dalam hitungan detik, tabungan masyarakat bisa lenyap akibat aksi scam yang semakin canggih.
“Sekarang dalam jempol kita semuanya serba cepat. Tapi risiko terhadap penipuan, scam, dan fraud sangat terbuka. Dalam hitungan detik uang tabungan masyarakat bisa hilang begitu saja,” tegas Friderica dalam acara Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia & Indonesia Fintech Summit & Expo (FEKDI x IFSE) di JICC, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Transformasi digital di sektor keuangan memang membuka peluang besar. Friderica mencontohkan peningkatan jumlah investor pasar modal yang melonjak dari sekitar 250 ribu menjadi 18 juta berkat digitalisasi layanan investasi seperti online trading.
Namun, potensi ekonomi digital ini juga menjadi celah bagi pelaku kejahatan. Para scammer terus beradaptasi dengan teknologi, menciptakan jebakan-jebakan digital yang sulit dideteksi masyarakat awam.
“Sama seperti kita membahas inovasi, scammer juga berinovasi. Begitu satu modus ketahuan, mereka langsung berganti pola,” ungkapnya.
OJK mencatat lonjakan signifikan pengaduan terkait penipuan digital. Dalam periode Januari–Oktober 2025, laporan masyarakat terkait aktivitas ilegal dan scam mencapai sekitar 200 ribu aduan. Jika dihitung dari November 2024 ke November 2025, jumlahnya bahkan mencapai 311.597 laporan atau rata-rata 874 laporan per hari.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain. Di beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Kanada dan AS, laporan harian hanya berkisar 7–140 kasus. “Di Indonesia itu 874 laporan setiap hari. Dan kami yakin masih banyak yang belum melapor, karena belum tahu kemana harus melapor,” kata Friderica.
Data OJK juga mengungkap nilai kerugian akibat penipuan digital mencapai Rp 7,3 triliun dengan dana berhasil diblokir sebesar Rp 381 miliar. Selain itu, ada 510 ribu rekening terindikasi terkait penipuan yang diblokir.
“Bayangkan Rp7,3 triliun hilang karena scam. Kalau uang itu masuk ke pasar modal atau perbankan untuk pembiayaan produktif, dampaknya luar biasa bagi ekonomi,” ujar Friderica.
Modus Penipuan Digital
Berdasarkan laporan ke OJK, berikut 10 modus penipuan digital terbesar:
| Modus | Ciri | Kerugian |
|---|---|---|
| Penipuan belanja online | Harga sangat murah, barang tak dikirim | > Rp1 triliun, 56 ribu kasus |
| Fake call | Telepon palsu ngaku bank, polisi, atau keluarga | Ribuan laporan |
| Penipuan investasi | Janji imbal hasil tinggi | Dominasi anak muda |
| Penipuan lowongan kerja | Lowongan fiktif, minta bayar admin | Marak di Gen Z |
| Penipuan hadiah | Iming-iming menang undian | Modus klasik, masih jalan |
| Social media scam | Akun palsu, impersonation | Meluas di Instagram/WhatsApp |
| Phishing | Link palsu minta OTP/data bank | Tersebar via SMS/email |
| Social engineering | Manipulasi psikologis korban | Canggih & berbahaya |
| Pinjol fiktif | Debt collector palsu, data dicuri | Banyak korban |
| APK/WA scam | Kirim APK nakal via WhatsApp | Meningkat drastis |
Selain itu, Friderica menyoroti love scam yang secara jumlah kecil, namun berdampak emosional besar karena menjebak korban dengan pendekatan asmara.
Meski OJK telah membentuk Indonesia Anti-Scam Center, keberhasilan pemulihan dana sangat bergantung pada kecepatan pelaporan masyarakat.
“Kalau lapornya lebih dari satu hari, peluang uang kembali sangat kecil. Di luar negeri laporan dilakukan dalam 15 menit. Di kita rata-rata 17 jam,” jelasnya.
Melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal, OJK bersama BI, Polri, PPATK, Kominfo, dan Kejaksaan telah:
- Menghentikan 1.800 entitas ilegal
- Menutup 1.500 pinjol ilegal
- Memblokir 280 lebih layanan investasi ilegal
Namun tantangan tetap besar karena banyak server pelaku berada di luar negeri. “Kita tutup, buka lagi. Tapi setiap hari kita lakukan cyber patrol,” ujar Friderica.
Menariknya, penipuan digital kini melibatkan kelompok-kelompok remaja yang direkrut dalam jaringan kejahatan terorganisir. OJK bersama Polri bahkan telah melakukan ekspos kasus di Sumatera Utara. “Pelakunya banyak anak-anak muda. Mereka bergerombol di satu wilayah. Ini sudah kita ungkap bersama Polda,” ungkapnya.
Menghadapi situasi darurat ini, OJK menegaskan perlunya gerakan nasional untuk membasmi penipuan digital melalui:
- Edukasi dan literasi digital masif
- Penguatan sistem anti-scam center
- Aksi cepat lintas lembaga
- Kolaborasi sektor perbankan, fintech, telko, dan marketplace
“Scam adalah isu global dan nasional. Kita harus bersatu. Jangan sampai masyarakat terus menjadi korban,” tegasnya.
