Jakarta, TopBusiness—Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) kembali memerkuat komitmennya dalam penerapan Smart Industrial Safety (SIS) melalui Indonesia-Japan Consortium for Smart Industrial Safety (IJCSIS).
“Langkah ini ditempuh untuk mendukung implementasi teknologi industri 4.0 dan kecerdasan buatan dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan kerja (K3) pada sektor industri manufaktur nasional,” kata Menteri Perindustrian RI (Menperin), Agus G. Kartasasmita, dalam keterangan resmi, hari ini.
Penerapan teknologi digital dan sistem cerdas berperan penting dalam meningkatkan keselamatan kerja.
Menurutnya, pemanfaatan teknologi seperti AI, Machine Learning, Internet of Things, Big Data, maupun Cybersecurity, mampu memberikan deteksi dini terhadap potensi bahaya, memprediksi risiko, serta membangun sistem keselamatan yang adaptif dan responsif.
“Dengan memanfaatkan teknologi digital dan sistem cerdas, SIS bukan hanya berperan penting dalam menjaga K3, tetapi juga mampu meningkatkan efisiensi proses industri.”
Sementara itu, sektor industri kimia juga menjadi fokus penting dalam implementasi SIS, mengingat karakteristiknya yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap keselamatan dan keamanan kerja.
Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin RI, Wiwik Pudjiastuti, mengatakan, industri kimia merupakan salah satu pilar utama pembangunan industri nasional yang memegang peranan strategis dalam rantai pasok global. “Indonesia saat ini menempati posisi strategis sebagai pusat industri kimia di kawasan Asia Tenggara, dengan kapasitas produksi yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga menopang rantai pasok global,” ujarnya.
Kinerja industri kimia nasional menunjukkan tren positif. Pada semester pertama tahun 2025, sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil mencatat pertumbuhan PDB sebesar 6,70 persen, dengan kontribusi 3,82 persen terhadap total PDB nasional, nilai ekspor mencapai USD 25,89 miliar, dan total investasi sebesar Rp 93,93 triliun.
“Pencapaian ini menunjukkan optimisme tinggi terhadap daya saing sektor industri kimia Indonesia, sekaligus menegaskan kepercayaan investor terhadap stabilitas dan prospek jangka panjang industri nasional,” ungkapnya.
Namun, seiring dengan pertumbuhan yang pesat, Wiwik menilai bahwa peningkatan aktivitas industri juga menghadirkan tantangan baru dalam hal keselamatan dan pengelolaan risiko bahan kimia berbahaya.
“Kita harus memastikan bahwa pertumbuhan industri tidak hanya berorientasi pada produktivitas, tetapi juga mengutamakan aspek keselamatan dan keberlanjutan. Keamanan kerja harus menjadi fondasi dalam setiap aktivitas industri,” tegasnya.
Langkah konkret menghadapi tantangan tersebut, konsorsium yang dijalin antara Indonesia dengan Jepang telah menunjukkan langkah tegas pemerintah dalam menerapkan sistem keselamatan industri yang berbasis teknologi cerdas di Indonesia, terutama pada sektor industri kimia. Adapun kerja sama ini melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, akademisi, dan pelaku industri asal kedua negara.
