Jakarta, BusinessNews Indonesia – Sepanjang semester I-2018, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menunjukkan kinerja yang positif meski kondisi perekonomian global yang menjadi pasar perseroan tengah tidak menentu.
Perusahaan tekstil itu berhasil membukukan penjualan kotor sebesar US$ 544 juta atau meningkat sebesar 35,6 persen dibanding semester pertama tahun 2017 (year on year). Dengan kondisi tersebut membuat laba bersih SRIL menjadi US$ 56,3 juta atau meningkat pesat hingga 67,6 persen secara yoy.
“Pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan ini karena strategi kami untuk mengakuisisi dua perusahaan tekstil, PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries yang bergerak dalam usaha pemintalan benang termasuk berhasil,” ungkap Direktur Keuangan SRIL, Allan Moran Severinno, dalam keterangan yang diterima, Jumata (3/8/2018).
Selain itu, kata dia, perusahaan juga berhasil meningkatkan kapasitas produksi, peningkatan utilisasi produksi, penghematan biaya, meningkatkan efisiensi produksi, memperluas diversifikasi produk serta memperluas jaringan pelanggan.
“Makanya dengan capaian semester I itu, maka di tahun 2018 ini, kami menargetkan penjualan kotor bisa tumbuh sekitar 35 persen, sehingga total penjualan kami akan melebihi angka US$ 1 miliar. Dan juga optimis laba bersih terus naik dengan diterapkannya teknologi industri 4.0,” kata dia.
Kapasitas produksi Sritex saat ini untuk benang (spinning) adalah 1,15 juta bales/tahun, penenunan (weaving) sebesar 180 juta meter/tahun, kain jadi (finishing) sebesar 240 juta yard/tahun dan apparel (garment) sebesar 30 juta potong/tahun.
Saat ini, lanjut Allan, tingkat utilisasi produksi masing-masing segmen adalah spinning 92 persen, weaving 86 persen, finishing 82 persen dan garment 95 persen.
Lebih jauh dia menegaskan, komitmen PT Sri Rejeki Isman Tbk untuk terus memperbesar volume ekspor juga senantiasa dijajaki oleh perusahaan. Untuk tetap memperluas pangsa pasar, pihaknya menargetkan penjualan ekspor bisa berkontribusi dalam kisaran 56-58 persen dari total penjualan pada tahun ini.
Apalagi dibanding tekstil dari negara-negara lain seperti Vietnam dan Bangladesh, pihaknya merasa lebih berdaya saing. Sejauh ini, kata dia, negara-negara di kawasan Asia Tenggara memberikan kontribusi sebesar 9 persen pada pangsa pasar tekstil global. Sementara di tingkat Asia Tenggara, Indonesia berkontribusi sebesar 30% untuk pangsa pasar tekstil.