Jakarta, BusinessNews Indonesia – PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM) kembali mewacanakan untuk melakukan spin-off atau melepas unit usaha dari induk dalam ini terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) untuk menjadi Bank Syariah Sinarmas.
Wacana ini sebenarnya sudah mengemuka sejak 2011 lalu dan terakhir pada pertengahan 2017 lalu, pihaknya sangat siap untuk melakukan spin-off. Namun belakangan kembali tertunda dan lagi-lagi ditargetkan bisa di-spin-off pada medio 2020 nanti.
“Iya semula rencana spin-off itu pada pertengahan tahun lalu. Tapi ada beberapa hal yang harus dipersiapkan kembali, makanya ditunda. Kemungkinan baru di pertengahan 2020 nanti,” ungkap Direktur Sharia Bank Sinarmas, Halim Liem di Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Pihaknya mengaku, salah satu alasan diundurnya proses spin-off karena terkait dengan aturan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang mesti lebih hati-hati lagi.
“Karena BMPK itu kan yang mesti dibenahi dulu. Sebab kredit-kredit yang besar yang kena BMPK dan itu harus eksis dulu minimal satu tahun,” ujar dia.
Lebih lanjut dia menegaskan, lamanya waktu spin-off juga karena perseroan masih menumpuk aset terlebih dahulu.
“Sehingga nanti ketika sudah siap, aset kami menjadi Rp6,5 triliun atau ada penambahan Rp1,5 triliun dari saat ini. Dan kami masuk jadi BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha) II agar layanannya lebih optimal,” jelas dia.
Secara regulasi, Bank Indonesia (BI) sendiri sudah menyiapkan aturannya sejak lama. Dalam Peraturan Bank Indonesia No.11/10/PBI/2009 disebutkan, UUS wajib dipisahkan (spin-off) dari bank umum konvensional (BUK) apabila nilai aset UUS telah mencapai 50% dari total nilai aset BUK induknya, atau paling lambat 15 tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah atau pada tahun 2023.
PBI tersebut juga mengatur, pemisahan UUS dari bank umum konvensional dapat dilakukan dengan cara mendirikan BUS baru atau mengalihkan hak dan kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada.
Modal disetor BUS hasil pemisahan paling kurang sebesar Rp 500 miliar dan wajib ditingkatkan secara bertahap menjadi paling kurang sebesar Rp 1 triliun paling lambat 10 tahun setelah izin usaha BUS diberikan.