
Jakarta, businessnews.id — PT Central Proteinaprima, Tbk. (kode emiten CPRO) menargetkan pendapatan sepanjang tahun 2014 mencapai Rp 8 triliun dan laba operasional sebesar Rp 1,5 triliun. Untuk mencapai itu, Central akan melakukan efisiensi, meningkatkan produksi high value, serta menambah jaringan distribusi.
Menurut Direktur Utama Central Proteinaprima, Mahar Atanta Sembiring, di Jakarta (13/6/2014), pihaknya tahun 2014 akan terus melakukan penghematan energi dan efisiensi biaya, serta melakukan evaluasi SDM (sumber daya manusia) guna mencapai target kinerja keuangan di tahun 2014. “Beberapa langkah akan kami lakukan untuk mencapai pendapatan Rp 8 triliun di tahun 2014.”
Ditambahkannya, langkah lain yakni di bidang bisnis pakan dengan melakukan perluasan kerja sama teknis dengan para pembudi daya ikan dan udang, serta membangun pabrik pakan ikan di Jawa Timur dengan kapasitas sekitar 40.000 ton per tahun dengan biaya Rp 93 miliar.
”Dalam bisnis pakan, kami juga tengah membangun tempat pembibitan benur ikan dengan biaya Rp 17 miliar,” terang dia.
Sementara itu, untuk sentra produksi tambak, pada tahun 2014 diharapkan dapat menghasilkan udang mencapai 41.000 ton hingga 45.000 ton udang, dan 400 ton ikan patin. Dengan tujuan ekspor ke Amerika serikat, Jepang, Uni Eropa, serta penjajakan pasar baru yakni Kanada.
Untuk itu, dia menambahkan, pihaknya menganggarkan anggaran belanja sebesar Rp 364 miliar, dengan rincian untuk perawatan aset sebesar Rp 153 miliar; perawatan aset itu berupa perawatan sarana produksi sebesar Rp 129 miliar, dan perawatan aset pelengkap sarana produksi sebesar Rp 24 miliar.
Selanjutnya, anggaran belanja untuk ekspansi sebesar Rp 211 miliar. Rinciannya, infrastruktur pertambakan Rp 43 Miliar, pembibitan Rp 17 miliar, pengolahan makanan Rp 58 miliar, dan pendirian pabrik pakan ikan di Sepanjang (Sidoarjo, Jawa Timur) Rp 93 miliar.
Harga Produk Naik
Sembiring pun mengatakan, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada tahun 2014 secara berkala hingga 33 persen, dan pelemahan Rupiah, bisa membuat pihaknya menaikan harga jual produk.
Kenaikan TDL memang berdampak pada biaya produksi, namun besarnya tidak setinggi kenaikan harga bahan baku yang sebagian besar masih impor. “58 persen bahan pakan kami masih impor sehingga kalau bahan pakan naik akibat pelemahan Rupiah terhadap mata uang asing, akan sangat memengaruhi,” kata dia.
Ditambahkannya, bahan baku mengambil porsi 60 persen dari biaya produksi, sehingga akan memengaruhi kenaikan harga jual produk sebesar 5 persen. Sedangkan jika kenaikan TDL sebesar 8 persen akan berdampak pada biaya produksi sebesar 5-8 persen.
“Jadi kalau biaya pakan naik akibat pelemahan Rupiah tentunya akan kami bebankan ke harga jual produk.”
Tetapi, “Dua faktor di atas masih bisa diimbangi dengan pendapatan perseroan dari ekspor produk udang, di mana hasil penjualan dari situ sebesar 33 persen dari pendapatan di tahun 2013.”
Sembiring pun berkata, pihaknya tahun ini tidak membagi deviden kepada pemegang saham. Sebab, masih mengalami defisit laba ditahan sampai Rp 1,8 triliun. “Dalam rapat umum pemegang saham hari ini, disepakati untuk tidak membagi deviden karena akumulasi laba ditahan yang masih negatif.”
Tahun 2012, pihaknya mengalami rugi bersih sebesar Rp 436 miliar, sedangkan tahun 2013 telah membukukan laba sebesar Rp 1,15 triliun. Adapun kuartal 1 2014, mengalami laba sebesar Rp 104 milar.
Sementara dari sisi pendapatan, sepanjang 2013 perseroan mencatatkan pendapatan sebesar Rp 7,678 Triliun, dan hingga kuartal I 2014 mencatatkan pendapatan sebesar Rp 1,96 triliun. (Abdul Aziz)
Editor: Achmad Adhito