
Jakarta — Uji materi (judicial review) yang dilakukan Forum Badan Usaha Milik Negara terhadap sejumlah pasal dan ayat dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ke Mahkamah Konstitusi (MK), disebabkan ketidakpastian sistem negara.
Karena merasa terancam sanksi pidana, pihak BUMN (badan usaha milik negara) mengajukan uji materi tersebut sehingga, nantinya, lebih aman dari sanksi pidana. Sebab, kekayaan BUMN dengan kekayaan negara dipisahkan. Ahli hukum tata negara, Irman Putra Sidin, mengatakan hal itu dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta hari ini.
Irman mengatakan, selama ini, pihak yang menjalankan BUMN merasa janggal. Sebab, mengurus BUMN yang merupakan entitas bisnis pasti diiringi dengan risiko rugi ataupun untung. “Ada pikiran, ‘Masa’ iya saya dipenjara karena kalkulasi tersebut,’” kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, memahami bila Komisi XI kini merasa tidak pas terhadap sejumlah uji materi yang diajukan terhadap sejumlah undang-undang yang lain.
Itu termasuk saat, belum lama ini, MK mengabulkan uji materi terhadap Pasal 22 Ayat 1 Undang-undang BPK itu; maka, anggota BPK pengganti punya masa jabatan lima tahun—bukan hanya menyelesaikan sisa tugas anggota yang digantikan. “Tetapi, putusan MK itu final dan bersifat mengikat. Wajib kita jalankan suka atau tidak,” kata dia.
Pasal dalam Undang-undang BPK yang diujimaterikan forum tersebut adalah: Pasal 6 Ayat 1, Pasal 9 Ayat 1 Huruf b, Pasal 10 Ayat 1 dan Ayat 3 Huruf b, serta Pasal 11 Huruf a.
Adapun untuk Undang-undang Keuangan Negara, yang diujimaterikan adalah Pasal 2 Huruf g.
Bila MK mengabulkan uji materi itu, keuangan BUMN akan dipisahkan dari keuangan negara.
Sejumlah kalangan tidak menyetujui bila uji materi itu dikabulkan. Sebab, tidak akan ada kontrol terhadap aset BUMN yang secara keseluruhan bernilai ribuan triliun Rupiah. (DHIT)