Jakarta, TopBusiness—Untuk memberikan kontribusi yang optimal bagi pendapatan negara, SKK Migas terus melakukan efisiensi dan mendorong KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) untuk dapat menerapkan praktek operasional terbaik. Satu di antara itu terkait biaya cost recovery.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan di Jakarta (9/1/2020) bahwa jika mengacu pada proposal cost recovery KKKS pada tahun 2019 sebesar US$ 13,736 miliar, pada WP&B (work, program and budget), SKK Migas berhasil menurunkan target biaya cost recovery menjadi US$ 12,5 miliar.
Dan akhirnya, realisasi cost recovery di tahun 2019 sebesar US$ 10,9 miliar. Pada APBN 2019, cost recovery ditetapkan sebesar US$ 10,1 miliar.
“Jika dibandingkan dengan tahun 2018 yang realisasi cost recovery mencapai US$ 12,1 miliar, maka capaian di tahun 2019 menurun secara signifikan,” ucap Dwi.
“Penurunan realisasi cost recovery ini memberikan dampak positif berupa semakin besarnya pendapatan yang diterima oleh negara. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh SKK Migas telah dapat dilaksanakan secara efektif dengan tetap menghasilkan target lifting yang optimal di atas WP&B,” kata dia.
Ditambahkannya, “Kami senantiasa bekerja keras dan terus menerapkan corporate governance dalam menjalankan tugas, agar target dapat dipenuhi dan dalam pelaksanaanya memenuhi ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan.”
Upaya menciptakan tata kelola organisasi yang baik, SKK Migas telah menerapkan berbagai sistem manajemen berstandar internasional seperti ISO 9001:2015 tentang manajemen mutu dan ISO 37001:2016 tentang sistem manajemen untuk membantu organisasi mencegah mendeteksi dan menangani penyuapan.
Telah beroperasinya Integrated Operation Center (IOC) per 1 Januari 2020 semakin menambah optimisme, kinerja yang dicapai di tahun 2019 dapat ditingkatkan di tahun 2020.