Jakarta, TopBusiness – Pemerintah mengakui dampak berat dari pandemic virus corona atau covid-19 ini terhadap perekonomian. Bahkan dari scenario yang dibuat oleh pemerintah, pertumbuhan ekonomi tahun ini untuk scenario paling buruk bahkan bisa minus ke level 0,4 persen.
Hal ini seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sekalu Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam Rapat KSSK, di Jakarta, Rabu (1/4/2020).
Dalam scenario outlook indicator utama makro ekonomin, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan di APBN 2020 ini sebesar 5,3 persen, namun dalam scenario berat bisa anjlok hingga level 2,3 persen. “Sementara untuk skenario sangat berat bisa minus 0,4% (-0,4%),” tandas Menkeu.
Sementara untuk nilai tukar rupiah yang saat ini berada di level Rp16.000-an per dollar AS (UAD), bisa terus anjlok ke posisi Rp17.500 dalam scenario berat dan bisa mencapai Rp20.000 per USD dalam scenario sangat berat. Padahal target di APBN 2020 hanya di angka Rp14.400 per USD.
Untuk harga ICP yang semula dipatok US$ 63 per barrel di APBN 2020 menjadi US$ 38 per barel dalam scenario berat dan US31 per barrel dalam scenario sangat berat. Sedangkan untuk laju inflasi untuk scenario berat bisa mencapai 3,9% dan yang sangat berat 5,1%. Padahal di APBN 2020 dipatok stabil di angka 3,1%.
Untuk nominal PDB sendiri, kata Menkeu, dari target di APBN 2020 sebesar RpRp17.464,7 triliun bisa merosot ke Rp16.829,8 triliun dalam scenario berat dan untuk skenario sangat berat mencapai Rp16.574,9 triliun.
“Jadi dampak covid-19 terhadap ekonomi makro Indonesia dapat menjadi sangat berat jika tidak dilakukan langkah-langkah mitigasi segera,” kata dia.
Angka pertumbuhan ekonomi yang dipaparkan Sri Mulyani itu didukung oleh komponen-komponen yang selama ini menopang pertumbuhan ekonomi yang juga diperkirakan akan menurun, dari scenario berat menjadi yang sangat berat. Sementara sebelumnya dipatok di APBN 2020 optimis.
Masing-masing adalah konsumsi rumah tangga dari 5,0% (APBN) ke 3,22%/buruk (1,60%/sangat buruk), konsumsi LNPRT dari -1,6% ke -1,78% (-1,91%), konsumsi pemerintah 4,3% ke 6,83% (3,73%), PMTB 6,0% ke 1,12% (-422%), ekspor dari 3,7% ke -14,00% (-15,60%), dan impor dari target 3,2% menjadi -14,50% (-16,65%).