Jakarta, TopBusiness – Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan regenerasi pertanian. Salah satunya melalui program Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP). PWMP menjadi program andalan Kementan dalam rangka regenerasi petani.
Melalui kegiatan PWMP, diharapkan generasi milenial berani menjadi seorang petani atau mendirikan start up di bidang pertanian. Hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil, di mana kaum milenial saat ini mulai sadar bahwa pertanian adalah tambang emas tanpa batas jangka panjang.
“Ke depan, generasi muda pertanian bukanlah pekerja bidang pertanian, tetapi menjadi pelaku usaha pertanian. Regenerasi petani menjadi hal yang penting dan utama sekarang ini,” ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan tertulis yang dikutip Kamis (7/5/2020).
Ungkapan Mentan tentang regenerasi pertanian pun berbuah manis. Stigma lulus menempuh pendidikan tinggi, meraih predikat sarjana, dan memilih dunia perkantoran sebagai tanda kesuksesan mungkin tidak berlaku bagi Mohamad Sui Saputra (23 tahun).
Pemuda asal kelahiran Nusa Tenggara Barat (NTB) ini mengaku bangga menyandang gelar sarjana bidang pertanian dan memilih berkarya di kampung halaman. Tepatnya di Desa Teruwai, Kecamatan Pucut, Kabupaten Lombok Tengah dengan berwirausaha ayam kampung.
Pengalaman wirausaha selama masa kuliah di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Malang semakin memperkuat keinginan Sui untuk fokus menekuni sektor pertanian. Dengan berjualan ayam geprek saat libur kuliah, Sui mampu meraih omzet Rp800 ribu Rp1 juta per hari. Hal inilah yang mendorong Sui mengajukan diri berkompetisi mendapatkan PWMP.
Stimulus modal sebesar Rp35 juta tersebut cukup memantik nyali sarjana pertanian dari NTB ini memulai usaha budidaya ternak ayam kampung dengan mendatangkan DOC (Day Old Chicken) sebanyak 250 ekor ayam KUB dan 250 ekor ayam arab.
“Dalam 100 ekor, dibutuhkan modal atau biaya sebesar Rp1,070 juta. Termasuk bibit, pakan dan, vaksin. Dipelihara selama 55 hari untuk ayam KUB dan 40 hari untuk ayam arab,” ujar Su’i.
Membentuk kelompok usaha yang dinamakan Sapoq Angen bersama rekannya Iksan Wahyudi, dia mulai merintis pola kemitraan Yarnen (bayar setelah panen) yang merupakan kolaborasi dengan produsen DOC lokal UD. FT, Lombok dengan empat orang peternak, sebanyak 2.000 ekor ayam KUB dan ayam arab.
Sementara, Su’i berperan membuatkan SOP (Standart Operasional Prosedur) budidaya dan pendampingan sampai panen, sekaligus juga sebagi avails pasarnya.
“Pola kemitraan ini sebagai jawaban untuk merespon permintaan pasar ayam kampung yang semakin melambung. Panen hasil kemitraan ini diperkirakan setelah Idul Fitri nanti,” kata Sui.
Menurutnya, pelanggannya rata-rata mencari ayam dengan bobot 4,7 hingga 5,5 ons per ekor. Permintaan bisa mencapai 40 ekor per hari dengan pengiriman mulai dari Lombok sampai ke Bali. Dia membrandrolnya dengan harga mulai Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per ekor dengan spesifikasi ayam kampung utuh yang sudah dipanggang.
“Saya memanfaatkan media online untuk memasarkan ayam panggang. Omzet penjualan tertinggi hingga Rp10 juta per hari,” tutur Su’i.
Acapkali tawaran dari pengusaha restoran berdatangan dengan jumlah pesanan dan harga yang cukup menggiurkan. Namun, dia mengaku ingin tetap realistis menyesuaikan kondisi stok ayam kampung yang dimilikinya.
Hidup dan berwirausaha di kampung halaman bagi Su’i tentu memberi sensasi tersendiri, karena di samping bisa membuka lapangan kerja bagi warga desa sekitarnya, dia juga mengaku bisa memerankan diri dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Di antaranya turut mengajari anak-anak mengaji setiap malam di Masjid dekat rumahnya.
Keberhasilan Sui merupakan sederet keberhasilan generasi milenial yang sukses di dunia pertanian. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementa Dedi Nursyamsi mengatakan, dibutuhkan sekelompok anak muda yang memiliki loyalitas dan integritas untuk memajukan pertanian Indonesia.
“Sudah saatnya pertanian dikelola oleh generasi milenial yang menggunakan kreativitas dan inovasinya, sehingga pertanian ke depan menjadi pertanian modern yang tak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya, tetapi juga berorientasi ekspor. Saat ini kita telah memiliki banyak petani milenial sekaligus enterpreneur di bidang pertanian”, ucap Dedi.