Jakarta, TopBusiness – Di era pandemi covid-19, banyak elemen-elemen usaha yang mengalami penurunan. Hal ini dapat menyebabkan krisis ekonomi (resesi) di Indonesia. Kiat dalam ketahanan financial di era pandemi adalah dengan hidup sederhana sesuai kebutuhan. Nilai-nilai kebersahajaan sebagai karakteristik bangsa Indonesia harus kembali ditumbuhkan.
Dan bagi sektor UMKM, sejarah mencatat, mampu bertahan selama krisis yang pernah terjadi di Indonesia. “UMKM memiliki karakteristik unit, dan dapat bertahan di tengah krisis melanda Indonesia. Saya yakin, kesulitan ekonomi di era pandemi ini, UMKM tetap dapat bertahan dan beradaptasi walau cukup sulit,” jelas Achmad Faiz Falachi, Auditor Internal PT. Phapros Tbk (PEHA) dari Kimia Farma Group.
Pernyataan Faiz itu disampaikan seminar daring bertema “Ketahanan Financial Di Era Pandemi Covid19” yang menghadirkan pembicara selain Faiz, ada Harry Azhar Aziz, Anggota BPK RI dan Haryajid Ramelan, analis pasar modal, Dirut PT TAP Kapital Indonesia, dan Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal, di STIE Cendekia Karya Utama, Semarang, Kamis (23/7/2020).
Krisis ekonomi, kata Fiaz, dapat dikatakan sebagai siklus dari penerapan konsep ekonomi yang ada. Penyebab krisis moneter yaitu adanya kesenjangan produktifitas, stok utang luar negeri swasta yang besar dan berjangka pendek, adanya kelemahan sistem perbankan di suatu negara, ketergantungan pada utang luar negeri, perkembangan situasi politik yang makin menghangat akibat krisis ekonomi, sehingga arah politik tak menentu.
Di kesempatan ini, Faiz berharap para pelaku UMKM di Indonesia tidak putus asa dan pantang menyerah. Mengingat, UMKM dalam operasionalnya menetapkan nilai-nilai luhur Indonesia. Misalkan usaha gorengan mendoan, semua orang bebas menjual menu gorengan mendoan tinggal selera konsumen mau pilih warung yang mana. Tidak ada pelaku UMKM yang mempatenkan mendoan. Di situlah unsur berbagi rejeki, merasa cukup bagian dari warisan karakter bangsa Indonesia.
Dalam kesempatannya, Harry Azhar Azis menegaskan, tantangan pemerintah Indonesia saat ini tak hanya penangan covid-19, tapi juga tantangan utang Indonesia yang membengkak. Menurut data bank Indonesia (BI), utang luar negeri Indonesia pada bulan April 2020 sebesar US$ 400,2 miliar atau Rp5.800 triliun dengan kurs 14.800 per 8 Juli 2020. Sehingga utang luar negeri Indonesia tumbuh 2,9% (yoy) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2020 sebesar 0,6% (yoy).
Bila dilihat utang luar negeri Indonesia terhadap PDB pada akhir April 2020 sebesar 36,5% sedikit meningkat dibandingkan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 34,6% (batas aman 60% terhadap PDB) dan diprediksi Indonesia bisa di ujung tahun pertumbuhan ekonominya -2% dilihat dari negara tetangga juga mengalami pertumbuhan menjadi minus.
“Disini peran BPK RI untuk melakukan pemerikasaan secara komprehensif dengan melihat dari sisi indikator kesejahteraan itu naik atau turun untuk menilai anggaran tersebut sudah terlaksana atau belum dan juga tepat sasaran atau tidak,” tegas Harry Azhar.
Saat krisis ini, kata Haryajid, potensi gagal bayar di pasar modal juga masih berpotensi meninggi. Sehingga pelaku pasar yang mau berinvestasi diharap harus jeli dalam mempertimbangkan portofolio investasinya.
“Dilihat dari sisi investasi pasar modal dengan kondisi Covid-19 akan ada potensi gagal bayar untuk jangka pendek selama Covid-19, tapi untuk jangka panjang akan menguntungkan,” jelas Haryajid.
Foto: Rendy MR (TopBusiness)