Jakarta, TopBusiness – Penasihat Hukum terdakwa Ardi Sedaka, Didit Wijayanto, SE, SH, MH baru saja selesai pembacaan Pledoi atau pembelaan pada sidang yang digelar Selasa (25/8/2020) kemarin. Dalam pledoi dari penasihat hukum tersebut disampaikan beberapa hal yang vital.
Pasalnya, masih banyak kejanggalan dan adanya dugaan kriminalisasi terhadap kasus dugaan kredit fiktif PT Bank Permata Tbk (BNLI). Ardi sendiri menjadi salah satu dai delapan terdakwa yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) di kasus ini.
“Surat Dakwaan JPU harus dinyatakan ‘Batal Demi Hukum’ karena banyaknya pelanggaran-pelanggaran KUHAP maupun HAM yang telah terjadi dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan. Selain juga terdapat cacat formil dalam Surat Dakwaan yaitu dengan mencantumkan peraturan perundang-undangan yang ternyata sudah daluarsa dan telah dinyatakan tidak berlaku lagi,” kecam Didit, seperti dalam keterangan resmi yang diterima media, Rabu (26/8/2020).
Selain itu, dalam pledoi ini juga mengingatkan kembali beberapa hal antara lain, pertama, penyidik telah berperan ganda menjadi “Saksi Pelapor” dan hal tersebut bertentangan dengan pasal 26 jo pasal 27 jo pasal 185 KUHAP, dan yang merupakan suatu tindakan yang disebut “abuse of power.”
Kedua, ternyata para Saksi menyatakan tidak memahami mengenai pasal-pasal yang disangkakan, tidak mengetahui siapa pelaku (tersangka), tidak memahami perbuatan pidana apa yang dilanggar, dan bahkan tidak memahami mengapa dirinya diminta keterangan sebagai saksi.
Ketiga, sesuai dengan keterangan berbagai Ahli yang dihadirkan dalam persidangan, maka disimpulkan bahwa JPU telah tidak melaksanakan tugasnya secara benar, tidak profesional, tidak cermat, tidak teliti dan menimbulkan cacat formiil, sehingga dakwaan harus dinyatakan “Batal Demi Hukum”.
Keterangan dari para ahli hukum pidana yang dimaksud adalah, keterangan dari Dr. Chaerul Huda SH MH; Hendra Ruhendra SH MM; Dr. Eva Achjani Zulfa SH MH; Dr. Dian Andriaean Daeng Tawang SH MH; dan Abdul Wahid Oscar SH MH.
“Dan keempat, ternyata seluruh dokumen yang disita dan dihadirkan dipersidangan hanya berupa fotokopi saja, sehingga jelas tidak memiliki nilai pembuktian dalam perkara tipibank, dan tidak dapat digunakan sebagai ‘Barang Bukti’ untuk menghukum terdakwa Ardi Sedaka,” tandas Didit.
Sebelumnya, JPU menuntut delapan terdakwa kasus dugaan kredit fiktif PT Bank Permata dengan hukuman masing-masing 5 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (19/8/2020), pekan lalu.
JPU Bobby M mengatakan, pihaknya menuntut terdakwa tersebut dengan hukuman 5 tahun penjara karena secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 49 ayat 2 b Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 5 tahun dikurangi masa tahanan, dan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun,” ujar Bobby, di PN Jakarta Selatan, kala itu.
Setelah JPU membacakan tuntutan, Ketua Majelis Hakim Florensani, kemudian bertanya kepada para terdakwa apakah memahami tuntutan jaksa dalam persidangan yang berlangsung secara daring itu.
“Para terdakwa tuntutan pak Jaksa bisa didengar? Terhadap tuntutan ini bagaimana? Nanti bisa membuat pledoi atau pembelaan diwakili penasihat hukum, kalau mau membuat masing-masing juga boleh. Sidang selanjutnya pada Selasa 25 Agustus, jam 3 (15.00 WIB),” kata Ketua Hakim, waktu itu.
Foto: Istimewa