Jakarta, TopBusiness – Suksesi restrukturisasi telah berjalan dengan massif dan terukur di seluruh group PT Perkebunan Nusantara 1 sampai 14.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perkebunan ini pun telah sukses membentuk Holding perkebunan yang sangatlah besar di negeri ini. Pembentukan Holding dan restrukturisasi ini telah berjalan semenjak tahun 2014.
BUMN Perkebunan ini terdiri dari perkebunan kelapa sawit dengan luasan 564.000 hektar (ha), karet 144.000 ha, tebu 148.000 ha, the, kopi, kakao dan lainnya seluas 47.000 ha. Pembentukan Holding BUMN Perkebunan ini memang sudah menjadi tuntunan bisnis. Juga menyelamatkan perusahaan negara sebagai penyumbang devisa kepada negara, agent pembangunan serta menyerap tenaga kerja yang sangat besar pada sektor membangunan ketahanan perekonomian daerah.
Setelah suksesi pembentukan Holding BUMN Perekebunan, telah melahirkan Holding PTPN dengan induk Holding dipegang oleh PTPN III dan 13 PTPN lainnya menjadi anak perusahaan. Tentunya perjalanan pembentukan Holding Perkebunan ini bukanlah sebuah kerja yang mudah bagi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemegang saham dan bisa dikatakan sebagai Super Holding.
Kementerian BUMN membuat perusahaan perkebunan yang efektif, efisien, transparansi dengan tata kelola baik dan benar (GCG), dimana PTPN milik anak negeri ini hampir 50 persen penerimaan perusahaannya dari hasil kebun kelapa sawit yang dikelola seluruh PTPN 1-14 se-Indonesia.
Kontribusi perusahaan perkebunan ini berupa produk Crude Palm Oil (CPO) 2,38 juta ton, tebu giling 10,26 juta ton, produksi gula 775 ribu ton, gula milik PG 540 ribu ton, tetes milik PG 417 ribu ton, karet 162 ribu ton, teh 57,7 ribu ton.
Ditegaskan Senior Vice President Corporate Secretary Holding Perkebunan, Imelda Alini Pohan, suksesi pembentukan holding dan restrukturisasi di perkebunan BUMN telah memberikan angin segar bagi seluruh pemangku kepentingan.
“Penerapan Governance, Risk and Compliance (GRC) secara mutlak bagi seluruh anak perusahaan, serta juga terapkan tata kelola perusahaan dengan baik (GCG) di seluruh anak perusahaan”, tegas Imelda kepada Dewan Juri TOP GRC 2021, di Jakarta melalui jaringan zoom, hari ini.
Lanjut Imelda, pihaknya juga sedang membangun budaya GRC bagi seluruh anak perusahaan tanpa kecuali serta juga cucu dan cicit perusahaan. “Kami sudah terapkan “Operational Building” dalam membangun proses businis. Kontrol keuangan berada pada Holding perusahaan, anak perusahaan hanya bisa mendapatkan anggaran dari pengajuan kepada Holding, lantas juga control management serta keuangan harus persetujuan Holding”, jelas Imelda.
Dikatakan Imelda, GRC dikontrol langsung dan di bawah pembinaan komisaris dan juga Board Of Director (BOD) langsung menjadi leader atau PIC dari beberapa anak perusahaan, dan juga satu BOD bisa lebih dari satu menjadi PIC anak perusahaan.
Untuk transparansi, kontrol serta capaian kinerja bagi management, Holding Perkebunan sudah menerapkan keunggulan teknologi digital. “Operasional perkebunan juga sudah kita modernkan dengan mengunakan teknologi di perkebunan yang mumpuni. Kami telah mengunakan System Application and Processing (SAP), serta kami juga sudah bangun DASHBOARD yang bisa dilakukan kontrolisasi jarak jauh baik untuk manajemen perkebunan serta juga managerial dan operasional”, pungkas Imelda.
Dengan suksesi retrustirisasi ini Holding Perkebunan telah berhasil membukukan penghasilan pada tahun 2020 sebesar Rp 39 triliun, dan juga menekan risiko dan efisien Rp 1,14 triliun, serta meningkatkan nilai aset Rp 131,68 triliun.