Jakarta, TopBusiness—Tren penurunan impor komoditas pati jagung dan pemanis, telah terjadi. Pada tahun 2019, nilai impornya sebesar Rp2,99 triliun, kemudian turun menjadi Rp2,69 triliun di tahun 2020.
“Dan turun kembali menjadi Rp1,56 triliun tahun 2021,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin), Putu Juli Ardika, kemarin malam.
Putu mengemukakan, industri pati jagung dan pemanis merupakan bagian dari industri antara, yang memiliki keterkaitan yang luas mulai dari sektor pertanian hingga sektor industri hilir makanan dan minuman sebagai pengguna pati jagung dan pemanis.
“Produk pati jagung memiliki nilai tambah yang tinggi sebagai bahan baku pada industri bihun, pemanis seperti glukosa, fruktosa, sorbitol dan maltodekstrin. Selain itu pati jagung dapat digunakan sebagai bahan penolong pada industri biskuit, industri olahan daging maupun tekstil,” paparnya.
Industri pati jagung dan pemanis saat ini masih dihadapkan pada tantangan pemenuhan bahan baku jagung. “Bahan baku jagung yang diterima oleh industri pengolah harus memiliki kadar aflatoksin di bawah 20 part per billion (ppb) dan kadar pati di atas 70%,” kata Putu dalam keterangan tertulis untuk wartawan.
“Untuk memberikan kepastian pasokan jagung bagi industri dan mendukung tercapainya program subtitusi impor jagung, Kemenperin telah mengusulkan Neraca Komoditas Jagung pada tahun 2023. Dengan Neraca Komoditas, diharapkan adanya data ketersediaan dan kebutuhan bahan baku jagung secara transparan dan akuntabel,” imbuhnya.