Jakarta, TopBusiness β PT Semen Indonesia (Persero) Tbk tetap optimistis memasuki tahun 2023. Apalagi hal ini seiring dengan kondisi perekonomian yang mulai membaik. Pihaknya tetap akan mengandalkan pasar di Jawa dan Sumatera yang merupakan pengguna produk semen terbesar di Indonesia.
Hal ini juga sejalan dengan rencana integrasi PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR) yang akan bergabung ke Semen Indonesia. Selama ini pasar semen di Sumatera bagian selatan dikuasai oleh SMBR ini, sehingga dengan masuknya mereka kian menguatkan posisi penguasa pasar semen di Indonesia.
βIni (integrasi SMBR ke SIG) menjadi momentum yang sangat baik untuk memantapkan posisi kita di industri semen. Sebab demand semen itu sebenarnya kontributor terbesarnya ada di dua lokasi, yakni Jawa dan Sumatera. Di Jawa itu meneyrap 50 persenan dari total demand, sedang Sumatera sekitar 20 persenan. Dan sisianya di seluruh Indonesia,β papar Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko SIG Andriano Hosny Panangian di Semarang, Jumat (16/12/2022).
Dengan ondisi tersebut, kata dia, SIG tetap akan sebagai penguasa pasar semen dan tetap memproyeksikan pertumubuhan penjualan semen di 2023. Terlebih, dengan rencana integrasi SMBR ke SIG tersebut.
Kata dia, untuk meningkatkan kapabilitas dalam memenuhi permintaan semen dan mendukung kelancaran penyediaan dan distribusi pasokan semen yang memadai untuk pembangunan nasional, dilakukan penguatan posisi perusahaan BUMN Semen melalui integrasi BUMN Sub-Klaster Semen antara SIG dan Semen Baturaja.
Bergabungnya Semen Baturaja menjadi bagian dari SIG akan meningkatkan kapabilitas dalam memenuhi permintaan semen dan memperkuat posisi BUMN Sub Klaster Semen dalam menghadapi kondisi pasar yang kompetitif.
Integrasi Semen Baturaja ke dalam SIG dilakukan melalui mekanisme Penambahan Modal melalui Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue. Sebagai pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan sebesar 51,01 persen, Pemerintah Indonesia akan mengambil bagian dalam aksi korporasi itu melalui transaksi inbreng dengan mengalihkan sebanyak 7,5 miliar saham Seri B atau mewakili 75,51 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh dalam SMBR.
Sementara untuk porsi publik akan disetorkan dalam bentuk tunai. Transaksi inbreng tersebut akan membuat SIG menjadi pemegang saham mayoritas pada SMBR.
“Dengan akan terintegrasinya Semen Baturaja akan memantapkan posisi kita di Sumatera. Transaksi ini sudah diinisiasi sejak 2019 tapi baru officially di-launch di 2021. Fokusnya untuk konsolidasi perusahan semen BUMN sehingga akan mempermudah efektivitas pengelolaan dan strategis bisnis,” kata Andriano.
Dengan kondisi tersebut, SIG memprediksi permintaan semen pada tahun depan meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. “Tahun depan ekspektasi kita, kita lihat harusnya dari sisi demand itu ada peningkatan,” ujarnya.
Optimisme itu salah satunya didasarka karena kondisi pasar property yang kembali meningkat. Kata dia, pada tahun ini sebenarnya sektor properti mengalami kenaikan namun didominasi pembelian properti yang sudah jadi atau setengah jadi.
“Karena saat pandemi COVID-19 itu properti stagnan sehingga memang pembelian properti itu banyak inventori properti yang sudah jadi di mana kebutuhan akan semen tidak sebanyak kalau kita bangun dari cash,” tegasnya.
Namun demikian, lanjut Andriano, fokus perseroan yaitu memaksimalkan utilisasi produksi di level sekitar 75 persen dimana itu merupakan level yang dianggap cukup optimal bagi emiten berkode saham SMGR tersebut.
“Kalau memang market domestik pertumbuhannya tidak sesuai ekspektasi, kita akan ready untuk melakukan ekspor ke market yang memang sudah jadi destinasi atau captive market. Ujungnya yang terpenting adalah kita tetap melakukan operational excellence,” tutup dia.
Pada periode Januari hingga September 2022, SIG secara konsien berhasil mencatatkan peningkatan kinerja di tengah tantangan persaingan industri yang tinggi serta kenaikan harga bahan bakar dan energi.
EBITDA absolut tercatat 0,6 persen lebih tinggi menjadi Rp5,73 triliun dan marjin EBITDA meningkat 0,1 persen menjadi 22,7 persen. Laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 18,9 persen menjadi Rp1,65 triliun, dan marjin laba bersih meningkat 1 persen menjadi 6,5 persen dibandingkan tahun lalu.