Jakarta, TopBusiness – Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker mengklarifikasi kabar tidak benar atau hoaks mengenai terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja.
Beberapa kabar hoaks yang berkembang terutama terkait cuti dan libur kerja, isu PHK dan pesangon, serta isu pekerja kontrak atau PKWT.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kemenaker Indah Anggoro Putri menyayangkan adanya isu-isu tidak benar terkait diterbitkannya Perppu Cipta Kerja.
“Minggu ini kita saksikan banyak hoaks atau isu-isu tidak benar akibat salah memahami Perppu,” ujar Indah dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (6/1/2023).
Indah berharap agar sejumlah pihak baik serikat pekerja maupun pengusaha dapat mengonfirmasi kepada Kemenaker sebelum meyebarkan kabar yang salah dalam memahami Perppu.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan sejumlah serikat pekerja menyuoroti beberapa ketentuan dalam Perppu Cipta Kerja.
Pertama terkait isu pekerja dapat dikontrak seumur hidup. Menurut Indah, isu ini berkembang karena dalam Perppu Cipta kerja tidak membatasi periode pekerja kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
Dalam Undang-undang tersebut, disebutkan PKWT paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang satu tahun. Menanggapi hal itu, Indah mengatakan bahwa tidak benar pekerja PKWT dapat dikontrak seumur hidup.
Dia menegaskan, Perppu Cipta kerjamemang tidak mengatur periode waktu PKWT, namun beleid tersebut mengamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam revisi Peraturan Pemerintah no. 35 tahun 2021.
Indah juga mengklarifikasi soal isu bahwa waktu libur dikurangi hanya satu hari dalam sepekan. Menurut dia, jumlah waktu istirahat bagi pekerja tergantung jumlah waktu kerja yang diterapkan oleh pengusaha. Jika waktu kerja enam hari maka pekerja berhak atas waktu istirahat satu hari. Jika waktu kerja lima hari, maka pekerja berhak atas waktu istirahat dua hari.
Isu lainnya yang dibantah Indah adalah terkait cuti panjang tidak berlaku lagi dalam Perppu Cipta Kerja. Indah mengatakan jika Perppu mengatur tentang istirahat atau cuti panjang.
“Jadi ketentuan istirahat panjang masih berlaku. Bila perusahaan sudah mengatur perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka istirahat panjang tersebut tetap berlaku dan tidak boleh dikurangi,” ujarnya.
Isu lainnya yang diklarifikasi Indah adalah soal cuti haid dan cuti melahirkan dihapus dalam Perppu. Dia menegaskan bahwa isu tersebut tidak benar. “Indonesia adalah negara ILO (International Labour Organization), tidak mungkin menghapus cuti haid dan melahirkan,” ucapnya.
Menurut Indah, cuti haid dan melahirkan diatur dalam UU 13/2003. “Karena tidak ada perubahan, maka cuti haid dan melahirkan tidak dituangkan dalam Perppu 2/2022, sehingga acuan yang digunakan adalah UU 13/2003 pasal 81 dan pasal 82,” ujarnya.
Indah juga membantah bahwa pemutusan hubungan kerja atau PHK dalam Perppu Cipta Kerja bisa dilakukan sepihak. Sesuai aturan, PHK hanya dapat dilakukan bila perusahaan telah memberitahukan terlebih dahulu kepada pekerja atau buruh, dan pekerja memberikan persetujuan.
“Bila terjadi perselisihan PHK, diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam UU no.2 tahun 2004,” tutur dia.
Kabar hoaks lain yang diklarifikasi Indah adalah soal penghapusan uang pesangon dan penghargaan masa kerja dalam Perppu Cipta Kerja. Menurut dia, Perppu Ciptaker tetap mengatur uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Adapun besarannya untuk masing-masing alasan PHK akan diatur lebih lanjut dalam PP 35/2021. Saat ini, poemerintah sedang menyelesaikan revisi PP No 35/2021.
Menurut Indah, ada empat UU yang mengatur soal ketenagakerjaan, yakni UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Pasal-pasal yang ada dalam Undang-undang eksisting, sepanjang tidak diubah dan dihapus oleh Perppu Cipta Kerja, maka pasal-pasal tersebut tetap berlaku,” tegas dia.
Urgensi Penerbitan Perppu
Menurut Indah, ada dua urgensi diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang resmi berlaku sejak 30 Desember 2022. Pertama, Indonesia masih membutuhkan penciptaan yang berkualitas.
Alasannya, karena Kemnaker mencatat terdapat kenaikan jumlah angkatan kerja pada Februari 2022 sebanyak 144,01 juta orang, naik 4,20 juta orang dibanding Februari 2021.
Sedangkan, penduduk bekerja sebanyak 135,61 juta orang, di mana sebanyak 81,33 juta orang (59,97 persen) bekerja pada kegiatan informal.
Selain itu, pandemi Covid-19 memberikan dampak kepada 11,53 juta orang (5,53 persen) penduduk usia kerja, yaitu pengangguran sebanyak 0,96 juta orang, Bukan Angkatan Kerja sebanyak 0,55 juta orang, tidak bekerja sebanyak 0,58 juta orang, dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 9,44 juta orang.
Sehingga, dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja.
Urgensi kedua, kata Indah, perlu penguatan fundamental ekonomi nasional untuk menjaga daya saing. Sebab saat ini terjadi pelemahan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan laju harga (fenomena stagflasi). Disisi lain, kondisi perekonomian dunia diproyeksikan akan memburuk di tahun 2023.
Disamping itu, masih terdapat permasalahan supply chains atau mata rantai pasokan yang berdampak pada keterbatasan suplai terutama pada barang-barang pokok (seperti makanan dan energi) serta kenaikan inflasi di beberapa negara maju (seperti Amerika dan Inggris).
“Tingkat ketidakpastian (uncertainties) yang tinggi pada dunia, terutama didorong oleh kondisi geopolitik. Hal ini akan mendorong risiko pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih lemah dan inflasi yang lebih tinggi,” tutur Indah.
Mengenai latar belakang diterbitkannya Perppu Cipta Kerja ini karena perlu respon segera untuk mengantisipasi dampak dinamika global melalui pembuatan standar kebijakan
“Diterbitkannya Perppu Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh beberapa hal atau kondisi yang jelas adalah bagaimana respon kita terhadap dinamika Global yang terjadi saat ini dan yang akan datang,” ujarnya.
Latar belakang lainnya yaitu dalam rangka melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, dimana berdasarkan Putusan tersebut perlu dilakukan perbaikan melalui penggantian UU Nomor Perlu respon segera untuk mengantisipasi dampak dinamika global melalui pembuatan standar kebijakan.