Jakarta, TopBusiness – pasar perbanakn syariah sejuah ini masih dianggap masih kecil, padalah pasarnya dinilai sangat besar mengingat jumlah penduduk Indonesia mayoritas memang muslim. Untuk itu, muncul wacana perbankan syariah yang berskala besar mestinya ada lebih dari satu. Sejauh ini , perbankan syariah masih didominasi oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS).
Adanya bank syariah swasta yang besar itu disambut positif oleh PT Bank BCA Syariah. Menurut Presiden Direktur PT BCA Syariah, Yuni Melati Surya Ningrum, awalnya inisiatif pemerintah ingin ada satu bank syariah yang besar. Dan pihaknya melihat hal itu sangat positif.
“Tapi, kalau ada bank (syariah swasta) yang besar (selain Bank BSI), orang pasti akan melihat, seperti apa sih bisnis syariah. Jadi, ibarat mereka itu lokomotif, kita itu ikut di belakangnya. Jadi awareness terhadap syariah itu luar biasa. Karena kita tahu, literasi syariah itu masih kecil. Inklusinya juga masih terbatas. Naik terus tapi naiknya ini perlu didorong ekstra. Karena itu perlu bank besar,” ujar dia di sela-sela acara bertajuk “Bank Syariah Wujudkan Ekosistem Digital Andal dan Terpercaya” di Jakarta (12/9).
Lebih jauh disebutkannya, terkait kabar PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) yang bakal mengakuisisi bank syariah swasta lain, termasuk Bank BCA Syariah, dia menepisnya. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) sendiri siap akuisisi bank syariah swasta untuk dijadikan cangkang bagi Unit Usaha Syariah (UUS) BBTN atau BTN Syariah.
Dia bilang, intinya pada dasarnya inisiatif pemerintah untuk menciptakan bank syariah nasional berskala besar merupakan langkah positif di industri perbankan. “Tetapi, sampai saat ini BCA Syariah masih milik PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan belum ada pembicaraan apa-apa tentang (akuisisi oleh BBTN) itu,” kata Yuni.
Yuni mengungkapkan, saat ini BCA Syariah justru sedang meningkatkan konsentrasi bisnis pada transaksi digital di tengah perkembangan industri perbankan nasional. Karena, lanjut dia, kehadiran teknologi terbukti sangat membantu untuk menjangkau nasabah baru, serta meningkatkan penetrasi layanan keuangan syariah di Indonesia.
Sebelumnya, pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono mengatakan, dirinya mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan kebijakan yang mewajibkan bank dan lembaga jasa keuangan konvensional untuk memisahkan Unit Usaha Syariah (UUS).
Kebijakan tersebut, lanjutnya, menjadi suplemen untuk mengembangkan industri perbankan dan keuangan syariah.
Namun, Yusuf berharap OJK mengawal spin-off tersebut agar terbentuk persaingan bank syariah yang sehat di Indonesia.
“Saat ini industri perbankan syariah sangat timpang di mana BSI menjadi pemain yang sangat besar dan satu-satunya. Selayaknya BSI memiliki 3-4 pesaing yang sepadan agar industri perbankan nasional menjadi lebih sehat,” jelas Yusuf beberapa waktu yang lalu.
Yusuf melanjutkan, kasus lumpuhnya layanan PT Bank Syariah Indonesia Tbk yang terjadi baru-baru ini akibat peretasan, menjadi pengingat untuk terus mengawal persaingan sehat di industri syariah.
Makanya dirinya merespon positif niat OJK itu. Yusuf berharap pihak regulator tidak mengizinkan UUS BTN diakuisisi oleh BSI. Untuk itu, sebagai langah selanjutnya, diharapkan OJK merestui UUS Bank BTN untuk spin-off dan menjadi BUS serta menjadi pesaing BSI.
“Kasus lumpuhnya layanan BSI yang membuat konsumen perbankan syariah nasional mengalami kerugian sangat besar, terutama masyarakat Aceh, harus menjadi pelajaran berharga,” ujar Yusuf.
Yusuf pun merinci, ketimpangan industri perbankan syariah terlihat dari BSI yang menjadi satu-satunya pelaku dengan aset menembus Rp305 triliun pada 2022. Sebaliknya, pesaing terdekatnya yakni UUS CIMB Niaga hanya memiliki aset Rp63 triliun. Kemudian, Bank Muamalat dengan Rp61 triliun, dan UUS BTN dengan Rp45 triliun.