Jakarta, TopBusiness – Pemerintah sedang mengdorong transisi energi sebagai langkah menjaga ketahanan energi nasional, yang ramah lingkungan dan terjangkau kemampuan masyarakat.
Transisi energi sendiri memberikan opsi peralihan penggunaan energi berbasis fosil menjadi energi baru dan terbarukan (EBT). Kebutuhan melakukan transisi energi dirasakan mendesak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong energi berkelanjutan.
Mengkaji hal tersebut, Ikatan Keluarga Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar seminar yang menghadirkan sejumlah narasumber. Seperti Duta Besar Indonesia untuk Kazakhstan dan Tajikistan, Fadjroel Rachman; Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna Safitri;
Ketua IKA UB Kaltim, Myrna Safitri mengatakan, perekonomian Kaltim yang nantinya menjadi lokasi IKN Nusantara, masih bertumpu pada sektor energi. Karenanya juga harus beradaptasi dengan kebijakan nasional dan global yang mengarah transisi energi.
“Jadi mau enggak mau ekonomi Kaltim harus mengarah pada energi berkelanjutan, sehingga transisi energi juga mendesak dilakukan termasuk untuk Kaltim,” ujar Myrna dalam seminar bertema “Kaltim Menyambut Transisi Energi” yang berlangsung di Hotel Bumi Senyiur Samarinda, Minggu (24/9/2023).
Kepala BRIDA Kaltim, Fitriansyah, menyampaikan tingginya biaya investasi untuk pembangkit listrik tenaga surya dan tenaga air adalah salah satu kendala yang dihadapi Kaltim dalam pengembangan transisi energi. Fitriansyah tidak menafikan bahwa nuklir dapat menjadi alternatif. Namun perlu kajian yang mendalam. Karena itu ia menawarkan dilakukannya riset peluang penggunaan energi nuklir di Kaltim, meski sebelumnya gagasan ini sudah pernah mengemuka.
Menanggapi hal ini, Haris Retno Susmiyati, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman menyampaikan bahwa kerangka kebijakannya harus jelas dan masyarakat perlu mendapatkan informasi yang utuh.
Sementara itu Dubes Fadjroel Rachman menyampaikan Kazakhstan masuk dalam 10 besar negara pengekspor minyak terbesar dunia. Meski demikian, negara itu juga menjadi salah satu pemasok utama energi nuklir, mengingat 50 persen uranium dunia berasal dari Kazakhstan. Uranium sebagaimana diketahui adalah salah satu bahan dasar nuklir.
Di Indonesia, khusus untuk ketenagalistrikan, nuklir akan mulai dikembangkan pada tahun 2039. Hal itu seperti tercantum dalam Peta Jalan Transisi Energi menuju Net Zero Emission, yang dipaparkan Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM, Chrisnawan Anditya.
Meski demikian, penggunaan nuklir sebagai sumber energi memang masih memicu polemik. Kekhawatiran akan bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan nuklir di beberapa negara masih menghantui. Perdebatan mengenai nuklir juga berlangsung hangat dalam Seminar bertajuk Kaltim Menyambut Transisi Energi yang diselenggarakan IKA UB.
Dubes Fadjroel kemudian menceritakan di Kazakhstan, Pemerintah-nya akan melakukan referendum untuk mengetahui pendapat rakyat terhadap rencana penggunaan nuklir sebagai pembangkit listrik.
Sementara itu Ketua Umum PP IKA UB, Zainal Fatah yang merupakan Sekjen Kementerian PUPR menyampaikan “Kaltim adalah provinsi yang tidak bisa ditinggalkan dalam pembangunan nasional. Topik Seminar ini juga penting. Ini menunjukkan bahwa sebagai alumni kita terus ingin berkontribusi lebih baik.”