TopBusiness
  • Home
  • Economic
  • Business Info
  • Capital Market
  • Finance
  • BUMN
  • BUMD
  • DAERAH
  • Marketing
  • Event
  • CSR
No Result
View All Result
  • Home
  • Economic
  • Business Info
  • Capital Market
  • Finance
  • BUMN
  • BUMD
  • DAERAH
  • Marketing
  • Event
  • CSR
No Result
View All Result
TopBusiness
No Result
View All Result

Riki: Tolak Penerapan Skema Power Wheling Dalam RUU EBET

Albarsyah
3 September 2024 | 20:30
rubrik: Business Info
Riki: Tolak Penerapan Skema Power Wheling Dalam RUU EBET
Share on FacebookShare on Twitter

Jakarta, TopBusiness –  Dosen program S2 ET, Universitas Darma Persada menjelaskan penolakannya kepada pasal Power Wheeling dalam RUU EBET/RUU ETEB melalui acara yang  diselenggarakan oleh IRES di Jakarta.

Pasalnya adalah “dengan dibukanya kesempatan pemanfaatan bersama jaringan (Permen  ESDM No.01/2015), namun bukan berarti “Power Wheeling” diperbolehkan dalam RUU  ETEB/RUU EBET” karena: 

• Disparitas harga listrik yang lebih mahal dari apa yang telah diregulasikan oleh  Pemerintah, akan mengakibatkan permasalahan baru yang dapat merugikan  pemasukan negara, 

• Memerlukan kesiapan PLN dan PIUPL Terintegrasi sebagai pemilik dan pengelola  jaringan (pertumbuhan beban dan jaringan), 

✓ Permasalahan teknis batasan Kapasitas Jaringan 80%, 

✓ Permasalahan gangguan (Tegangan, Stabilitas Frekuensi, Harmonisasi, Susut  Jaringan, mengakibatkan kenaikan losses, dan lain sebagainya), 

✓ Permasalahan model perhitungan komponen sewa (biaya) yang berkeadilan  (metoda menentukan charge untuk Power Wheeling), dan 

✓ Permasalahan Grid Code dan Distribution Code yang saat ini masih perlu dianalisa  lebih detil. 

Riki selanjutnya menjelaskan manfaat dan mudarat dari Power Wheeling, untuk Indonesia  yang harga Listrik Energi Terbarukan yang akan berbeda dengan harga listrik yang ditentukan  oleh Pemerintah itu “akan menghilangkan kesempatan pihak PLN menjual listriknya kepada  pihak pembeli sebagai konsumen”. Apalagi pihak pembeli berada dalam wilayah usaha PLN – Layak untuk PLN yang menjual listriknya dan bukan pihak lain. 

Power wheeling diperkenankan hanya untuk Pembangkit/penjual ET dan pihak pembelinya  itu dalam satu badan usaha sehingga “tidak terjadi pasar bebas”. Power Wheeling malahan memicu terjadinya “power trading” dalam wilayah usaha PLN. Terkecuali, tidak ada PLN pada  kawasan pihak pembeli listriknya itu, maka pihak Pembangkit/penjual ET dapat menjual  kepada pihak pembelinya. 

Secara alamiah PLN akan memprioritaskan pembangkitan sendiri (atau IPP yang sudah  kontrak TOP dgn PLN) dan memprioritaskan kepada konsumennya sendiri. Power Wheeling  bukan prioritas bagi sistem operasi pihak PLN, dan pelaku Power Wheeling sewaktu-waktu  dapat diputus. Biaya kerusakan pada sistem Jaringan dan Distribusi PLN juga akan menjadi  pengurangan pemasukan PLN kepada Negara dan bahkan memungkinkan melonjaknya angka  PMN karena untuk menjadikan sistem Grid dan Distribusi PLN yang lebih canggih diseluruh  Indonesia. 

BACA JUGA:   ASEAN Solar Summit 2023 Serukan Percepatan Pengembangan Energi Surya

Umumnya Pada Pasar Bebas Kompetisi: 

• Open access transmisi bersifat “non-discriminatory” agar membuat kompetisi antar para  Pembangkit/penjual ET, dan non ET satu dengan lainnya berjalan baik,

• Pembangkit/penjual ET, non ET dapat jual-beli listrik langsung sesuai demand,  • Memiliki koordinasi yang canggih antara para Pembangkit/penjual ET yang tersebar dan  aset transmisinya, untuk memenuhi demand yang tersebar secara least cost,  

• Namun harga jual listrik kepada konsumen jadi tinggi (tambah mahal) karena memasukan  biaya pengaturan dan pemeliharaan Transmisi.  

RUU EBET/RUU ETEB tidak membuka Pasar Bebas karena Pasar Bebas tidak berlaku untuk  Indonesia karena dalam UU 30/2009 dan PP 14/2012 terdapat regulasi mengenai wilayah  usaha yang melarang penjualan listrik oleh pihak di luar pemegang wilayah usaha. 

Oleh karena itu Riki yang juga Dirut PT. Geo Dipa Energi (Persero) tahun 2016-2022 yang  bergerak di Energi Terbarukan Geotermal, menyampaikan kesimpulannya bahwa RUU  ETEB/RUU EBET yang memaksa sistem pemanfaatan yang berintegrasi untuk terbuka; akan  memberikan beban pada sistem pemanfaatan yang menjalankan fungsi koordinasi dan  pengiriman listrik yang ekonomis saat ini. Pemaksaan Power Wheeling dalam RUU EBET/RUU  ETEB dapat merugikan Negara. 

Disparitas harga listrik yang lebih mahal lagi dari apa yang telah diregulasikan oleh Pemerintah  untuk ET; kelak akan mengakibatkan ketidakpastian usaha dan menimbulkan permasalahan  baru yang dapat merugikan Negara. Berubah-ubah kebijakan harga listrik yang ditentukan  oleh satu sistem yang bukan pasar kompetitip, akan menjadi ketidakpastian ber-bisnis,  

Sedangkan sebagai rekomendasinya, Riki yang juga Dewan Pengawas METI periode 2022- 2025 menyampaikan bahwa “RUU ETEB/RUU EBET sebaiknya fokus pada pemberian insentip  Fiskal yang diperluas dan diperbesar agar ET dapat berkembang cepat di Indonesia, karena  terbukti bahwa insentif yang telah diberikan oleh Pemerintah melalui Kementerian Keuangan  itu belum menjadikan PERPRES 112/2022 TENTANG PERCEPATAN PENGEMBANGAN ET  UNTUK PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK sebagai regulasi percepatan yang andal”, 

BACA JUGA:   PLN Icon Plus Beri Akses ke Provider PLTS Atap Ini

• Ke depan Indonesia Tidak Menaikan Harga Jual Listrik ET tetapi UU ETEB/UU ETEB  memberikan Insentif, agar harga jual Listrik ET dari berbagai teknologi/aplikasi tidak  membebani masyarakat pada akhirnya. 

• RUU EBET/RUU ETEB segera berlakukan permintaan Pajak Carbon CO2, Polusi  Lingkungan, dan Perdagangan Carbon CO2, dll. 

RUU EBET/RUU ETEB harus sejalan dengan Putusan MK 2004 dalam arti yang luas bahwa  Ketika ada pembenahan dalam tatakelola urusan ketenagalistrikan, maka pembenahan yang  dilakukan haruslah memperkuat penguasaan negara untuk dapat melaksanakan kewajiban  konstitusionalnya, sebagaimana disebut dalam Pasal 33 UUD 194.

Sementara itu, Direktur IRESS, Marwan Batura menegaskan, PW wajib kita tolak, dikarenakan ada aroma titipan tangan Oligakri, para pelaku bisnis akan masuk dalam bisnis jaringan dan distribusi, ujung-ujungnya harga listrik akan naik dan akan menjadi beban masyarakat, tegas Marwan.

Ditegaskan Ketua ISNU, M. Kholid Syeirazi, jika PW ini dimasukkan dalam RUU EBET maka bersiaplah menunggu kematian PLN, dikarenakan beban PLN dalam memikul beban over suplay dari IPP sebesar Rp 18 triliun, jadi Indonesia belum waktunya masuk kepada liberalisasi. Apalagi Oligarki tidak tertarik untuk masuk dalam bisnis jaringan dan distribusi, karena tidak menguntungkan, dengan PW ini mereka akan masuk ke bisnis jaringan ini, jadi kita harus tolak PW ini agar PLN bisa menjadi perusahaan sehat.

Tags: energi baru dan terbarukanriki
Previous Post

Semen Merah Putih Aktif Mendukung Tenaga Kerja Bersertifikasi

Next Post

IHSG Diperkirakan Turun

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Info Iklan
  • Disclaimer
  • Email

TopBusiness - Inspire Great Business Performance | All Rights Reserved

  • Home
  • Economic
  • Business Info
  • Capital Market
  • Finance
  • BUMN
  • BUMD
  • DAERAH
  • Marketing
  • Event
  • CSR