Jakarta, TopBusiness – Telah terjadi pemutar balikan fakta, bahwa tingginya harga bahan bakar Avtur milik Pertamina menjadikan pemicu tingginya harga tiket pesawat.
Ditegaskan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina (FSPPB), Arie Gumilar, ini jelas-jelas ada misi terselubung pihak-pihak yang akan masuk sebagai menguasai perdagangan bahan bakar Avtur, pihak terselubung mengelontarkan isu Avtur produksi Pertamina paling tinggi harganya di kawasan Asia Pasifik. Tentu ini sebuah pembohongan publik yang sangat nyata-nyata masyarat di bodohi.
“Sangat mirisnya yang melemparkan isu, itu ke luar dari CEO Air Asia, Tony Fernandes, dimana orang tersebut justru paham dengan harga Avtur di ASEAN. Karena Beliau sebagai pelaku usaha di industri airline sudah pasti tahu berapa harga Avtur se-ASEAN”, tegas Arie Gumilar dalam acara seminar publik dengan tema kran Avtur di buka ke asing dan swasta, bagaimana nasib Pertamina?
Dalam 2 bulan ini banyak pihak yang turut melakukan pemutarbalikan fakta, pembodohan publik, berita bohong. Harga Avtur milik Pertamina justru paling murah di Asia Tengara, hal ini terlihat dengan fakta di lapangan. Harga Avtur di Bandara Soekarno Hatta Rp 13.300/liter, sementara itu di bandara Kuala Lumpur (KL) sebesar Rp 23.237 per liter. Jadi, jelas-jelas ada misi tertentu pihak-pihak untuk menguasai perdagangan Avtur ini.
Lanjut Arie Gumilar, memastikan kasus Avtur ini memang menjadi titipan dari para pengusaha tertentu yang akan masuk ke pasar. Dengan menggunakan tangan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan turut membangun opini pembodohan bagi masyarakat, bahwa Avtur milik Pertamina paling mahal harga di Asia Pasifik.
“Ini sangat miris sebagai anak bangsa, apalagi Pertamina sebagai perusahaan negara, menguasai hidup orang banyak, dan berbicara Avtur mahal justru Menteri, pejabat negara, dimana urusan bahan bakar tersebut masih di bawah koordinasi Menko Marves. “Jadi, bagaimana bisa pejabat negara setingkat Menteri tidak mengetahui harga bahan bakar Avtur. Tentunya, ini sudah terang benderang ada kepentingan untuk menguasai perdangan Avtur ini”, jelas Arie Gumelar.
“Dan juga pula turut membodohi masayararat juga Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan harga Avtur Pertamina tinggi. Kami siap ajaukan KPPU ke KPK”, tegas Arie Gumilar.
Sementara itu, pengamat penerbangan, Alvin Lie menegaskan, bahwa faktor harga tiket pesawat banyak faktor, bukan hanya dari harga Avtur semata.
Sedangkan Eksekutif Institut Energi Anak Bangsa (IEAB), M. Niko, mengusulkan harus dibuatk Undang-undang untuk lembaga KPPU, dan harus dibuatkan Dewan Pengawas (DEWAS) untuk menjaga kinerjanya jelas tidak asal saja, potensi bisnis di Avtur ini sangatlah besar mencapai 21 juta barel per tahun.
Ditegaskan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komeidi Notonegoro, seperti kurang bijak pejabat negara mengungkapkan masalah Avtur ini ke ranah publik. “Itu urusan negara, apabila ada kebijakan yang akan dirubah, kenapa harus berkoar-koar di ranah publik, tinggal panggil pejabat dan badan usaha negara duduk bareng terus dibahas. Itu memang sepertinya titipan swasta untuk masuk pada bisnis Avtur, apalagi moment sangat tepat pada pergantian kabinet di pemerintahan ini. Perihal Avtur ini sudah di gadang-gadang semenjak tahun 2019 hingga sekarang,” ungkap dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara menegaskan, jika Avtur mau dikelola swasta, maka harus rubah dulu Undang-undangnya. “Pertamina sebagai BUMN memiliki tanggung jawab penuh dalam mengamban tugas negara dalam penyaluran bahan bakar Avtur ke seluruh Nusantara dengan satu harga”, tegas Marwan.