Labuan Bajo, TopBusiness – Laju pertumbuhan Bursa Karbon atau IDX Carbon yang dinilai masih belum greget di usia satu tahun ini, memantik pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mengevaluasi. Langkah evaluasi ini dilontarkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq yang baru saja dilantik Presiden Prabowo Subianto.
Mengomentari hal itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan self regulatory organization (SRO) seperti Bursa Efek Indonesia pun merespon positif rencana tersebut.
Disebutkan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, pihaknya menyambut positif langkah pemerintah itu. Namun dia begitu, dia berharap evaluasi terhadap Bursa Karbon seharusnya dilakukan secara menyeluruh. Hal ini juga seiring peran pentingnya untuk mencapai pengurangan emisi dan penerapan ekonomi berkelanjutan nasional.
“Evaluasi itu kalau sepemahaman saya, tidak hanya terhadap Bursa Karbon, tetapi seluruh ekosistem yang melingkupi Bursa Karbon,” ungkap Inarno di sela- sela acara Workshop Wartawan Pasar Modal, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Jumat (1/11/2024).
Di kesempatan sebelumnya, Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq menekankan pentingnya percepatan pengembangan perdagangan karbon di Indonesia. “Kami sedang melakukan evaluasi agar perdagangan karbon ini tidak stagnan. Potensi Bursa karbon kita sangat besar dan kami tak ingin potensi ini terbuang percuma,” ujar Hanif, beberapa waktu lalu.
Kembali dilanjutkan Inarno, dirinya memberi contoh terkait evaluasi menyeluruh itu, kata dia, semua ekosistem yang terkait dengan Bursa Karbon juga perlu dievaluasi. “Di samping Bursa Karbon, juga ada misalnya Carbon Tax, misalnya ada batas atas. Yang kayak gitu mungkin kita akan diskusikan bersama,” lanjut dia.
Dia berharap Ia menyampaika , bahwa seluruh stakeholder perlu bekerja sama untuk mendorong peningkatan transaksi dan minat perusahaan untuk berpartisipasi di Bursa Karbon.
“Bursa karbon itu kan bagian daripada secara keseluruhan, bagian untuk secondary-nya. Nah, untuk primary- nya pun juga harus didorong kan. Kira-kira begitu. Primary-nya tentunya ada di KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan kelembagaan yang terkait,” beber mantan Direktur Utama BEI ini.
Dia sendiri mengakui, masih belum ramainya transaksi di Bursa Karbon, dikarenakan usianya yang baru satu tahun sejak diluncurkan pada 26 September 2023 lalu.
“Kalaupun di evaluasi bagus banget. Kalaupun sekarang itu masih cetek (rendah), tentunya kita sadari memang baru satu tahun. Tetapi, hal- hal lain yang perlu kita perbaiki, ya harus kita perbaiki,” harap dia.
Dalam laporan OJK disebutkan, Bursa Karbon yang pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023 dan hingga 27 September 2024 itu sudah mencatatkan nilai perdagangan Bursa Karbon mencapai Rp37,06 miliar.
Dengan total volume perdagangan karbon mencapai 613.894 tCO2e, dengan 81 pengguna jasa yang mendapatkan izin dengan total volume sebesar 613.894 tCO2e dan akumulasi nilai sebesar Rp37,06 miliar, dengan rincian nilai transaksi 26,75 persen di Pasar Reguler, 23,18 persen di pasar negosiasi, 49,87 persen di pasar lelang, dan 0,21 persen di marketplace.
Di tempat yang sama, Direktur Utama BEI, Iman Rachman juga mengakui Bursa Karbon masih banyak tantangan. Terlebih di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang semula digabung, kini menjadi dua kementerian.
“Kondisi Bursa Karbon tetap menggeliat ya, walaupun ada beberapa challenge. Seperti Kementerian KLHK dipecah. Siapa yg bertanggung jawab nanti? Walaupun begitu Bursa Karbon kita tetap tumbuh dengan hampir 400 ribu redeem yang digunakan,” katanya.
Dia menjelaskan, dari sisi produk, per minggu lalu ada transaksi yang cukup besar, sehingga sejak tahun 2023 jumlah transaksi Bursa Karbon sudah hampir 1 juta ton. Namun begitu, dia tetap optimistis Bursa Karbon memiliki prospek yang sangat bagus. Tak hanya dari sisi korporasinya, tapi di tingkat ritel atau individual, bahkan sudah memperhitungkan bagaimana mengurangi karbon dari kendaraan yang ad aitu.
“Ini yang akan berdampak pada target emisi kita. Jadi hal-hal seperti itu semua yang akan menjadi concern (pengembangan Bursa Karbon),” ujarnya.