Jakarta, TopBusiness – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengungkapkan, Uni Eropa (UE) akan menunda implementasi aturan antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) selama setahun menjadi 31 Desember 2025.
“Kami merasa lega mengetahui bahwa UE berencana menunda implementasinya hingga 31 Desember 2025. Kami berharap demikian (ditunda), kami akan lihat keputusan itu akhir minggu depan,” ungkap Eddy Martono dalam sambutan pembukaan The 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook atau IPOC 2024 di Nusa Dua, Bali, Kamis (7/11/2024).
Untuk sementara ini, pelaku usaha sawit sedikit lega dengan rencana penundaan EUDR. Namun, hal itu menimbulkan sejumlah tantangan ekonomi sosial-ekonomi yang perlu segera diatasi. Antara lain pelaku industri harus memastikan transparansi rantai pasok komoditas dan akurasi dalam pengelolaan data.
Sementara itu, petani skala kecil menghadapi kesulitan memenuhi persyaratan ketat karena sumber daya yang terbatas, dan biaya kepatuhan juga terbatas sehingga memberatkan banyak pelaku usaha.
Penundaan kebijakan itu akan memberikan waktu yang sangat dibutuhkan bagi sektor bisnis untuk beradaptasi dari sisi operasional, menyelaraskan dengan peraturan baru, dan memastikan dilakukannya kepatuhan secara penuh.
Menurut dia, industri sawit kerap mengalami gejolak harga dan dinamika pasar seiring tingginya sensitivitas komoditas itu terhadap fluktuasi harga energi, pertumbuhan ekonomi, kondisi cuaca, dan perubahan kebijakan di negara pengekspor maupun pengimpor, preferensi konsumen, serta persaiangan dengan minyak nabati lainnya.
Uni Eropa telah mengadopsi EUDR sebagai respons atas meningkatnya kekhawatiran akan deforestasi. EUDR dinilai penting untuk memitigasi deforestasi yang terkait dengan berbagai industri, termasuk sektor sawit.
Hanya saja, memmunculkan kompleksitas dan tantangan yang akibat kebijakan UE itu. Hingga kemudian muncul usulan penundaan. “Penundaan EUDR ini akan memberikan waktu yang sangat dibutuhkan pelaku bisnis untuk beradaptasi dari sisi operasional, menyelaraskan dengan peraturan baru, dan memastikan kepatuhan secara penuh,” jelas Eddy.
Pemerintah dan Gapki menyambut baik penundaan EUDR. Meski demikian, Eddy menilai, perlunya kehati-hatian dengan penerapan benchmarking pada EUDR di masa depan ketika benar-benar kebijakan itu diimplementasikan. “Karena itu, kami berharap tambahan waktu ini dapat memberikan hasil yang lebih baik terkait persiapan dan kelancaran pelaksanaan EUDR,” imbuhnya.
Ajang Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) ke-20 dilangsungkan mulai hari ini, Kamis (7/11) hingga Jumat (8/11) di Nusa Dua, Bali. Pertemuan tahunan terbesar para pelaku usaha sawit itu dibuka secara virtual oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Chairperson of IPOC, Mona Surya menjelaskan, tahun ini jumlah peserta IPOC mencapai rekor baru. Yakni 37 perusahaan, 113 stan, dan 1.509 partiisipan dari 24 negara.
Menurut Mona, konferensi selama dua hari ini akan membahas berbagai hal seputar industri sawit. ”Seperti kebijakan domestik dan ketahanan industri di Indonesia, implikasi EUDR, wawasan pasar dari perspektif regional, dan prospek harga sawit,” ujarnya.