Jakarta TopBusiness – Dalam kunjungannya ke peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede di Sumedang, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan beberapa pencapaian penting dalam sektor kelistrikan Indonesia.
Total kapasitas listrik Indonesia saat ini mencapai 101 gigawatt (GW), dengan sekitar 72 hingga 75 GW di antaranya dikelola oleh PLN. Dari jumlah tersebut, hanya 15-16% yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT).
Menurut Bahlil, target pemerintah pada 2025 adalah mencapai 23% dari total kapasitas listrik yang menggunakan energi terbarukan. Dengan adanya defisit sekitar 8 GW, ia optimistis Indonesia dapat memenuhi target tersebut. “Insya Allah, kita akan mampu mengejar target ini,” ujarnya. Senin, (20/1/2025).
Dalam peresmian tersebut, Bahlil juga melaporkan bahwa telah diluncurkan 26 pembangkit baru yang tersebar di 18 provinsi, dengan total kapasitas 3,2 GW. Yang lebih menggembirakan, 89% dari kapasitas baru ini adalah energi bersih, yang mencakup energi gas dan terbarukan. Ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk melakukan transisi dari energi fosil ke energi terbarukan, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan Indonesia yang lebih mandiri dalam hal energi.
Bahlil menekankan bahwa pembangunan infrastruktur kelistrikan harus berjalan seiring dengan pembangunan pembangkit listrik. “Jangan sampai pembangkit dibangun, tapi jaringan tidak siap. Hal ini penting agar pembangkit listrik yang baru dapat terhubung dengan baik ke jaringan transmisi dan distribusi PLN”.
Selain itu, pemerintah menargetkan pembangunan 71 GW kapasitas pembangkit baru hingga 2030, yang akan diikuti dengan pengembangan jaringan transmisi sepanjang 48.000 km. Ini akan mendukung pengembangan energi terbarukan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau
Pemerintah juga merencanakan investasi sebesar Rp72 triliun untuk 26 proyek pembangkit listrik dan transmisi yang baru diresmikan. “Dengan investasi ini, kami berharap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke angka 8%,” ungkap Bahlil.
Untuk mencapai hal ini, konsumsi listrik per kapita yang saat ini hanya sekitar 4.500-5.000 kVA perlu ditingkatkan menjadi 6.000-6.500 kVA.
Bahlil juga mengungkapkan bahwa kebutuhan gas domestik untuk mendukung transisi energi sangat besar. Pemerintah berencana memprioritaskan pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri sebelum membuka peluang ekspor gas. “Jika kebutuhan dalam negeri sudah cukup, barulah kita akan mempertimbangkan ekspor,” ujarnya.
Selain itu, Bahlil menekankan pentingnya peran swasta dalam pengembangan energi di Indonesia. Dari 71 GW pembangkit yang akan dibangun hingga 2030, sekitar 60% di antaranya akan melibatkan pihak swasta yang kredibel dan sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Bahlil melaporkan bahwa anggaran sebesar Rp48 triliun dibutuhkan dalam lima tahun ke depan untuk memberikan akses listrik yang lebih merata.