Jakarta, TopBusiness – Masih tingginya suku bunga perbankan ternyata menjadi beban juga bagi perusahaan pembiayaan (multifinance). Pasalnya, dengan kondisi itu membuat marjin bunga dari kucuran kredit perusahaan bisa tergerus.
Sejauh ini, mereka sudah dibebani dengan suku bunga tinggi dari perbankan. Sehingga dirasa cukup dilematis ketika harus mematok bunga selangit ketika harus melakukan pembiayaan ke debiturnya.
Menurut analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Hendro Utomo di saat adanya rezim suku bunga tinggi ini akan tekanan bagi sektor perbankan dan pembiayaan.
“Suku bunga tinggi bagi industri pembiayaan akan cukup menekan. Karena mereka ini memang sumber pendapatan terbesarnya dari marjin bunga,” terang Hendro di kantornya, Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Selama ini, mereka mendapat kucuran kredit dari perbankan untuk kembali disalurkan ke debiturnya. Namun sayangnya dengan era suku bunga tinggi ini, marjin bunganya kian tergerus. Untuk itu, perlu ada langkah yang lebih inovatif.
“Tekannya cukup terasa. Sekalipun mereka bisa melakukan penyesuaian lending rate. Agar tekanan marjin itu bisa dimoderasi. Sehingga dampak tidak besar,” ujarnya.
Jika mereka bakal menaikkan suku bunga tinggi, kata dia, untuk debitur yang premium ini memang cukup senstitif dari suku bunga.
“Karena kalau yang debitur premium mereka bisa milih pembiayaan yang lebih kompetitif. Tapi yang untuk menengah ke bawah yang akses perbankannya lebih terbatas. Dari sisi itu bisa disesuaikan kenaikan suku bunga dari pinjaman bank ke lending rate mereka,” paparnya.
Lebih jauh dia menegaskan, perusahaan pembiayaan dan perbankan juga akan terbebani dengan utang kurs. Apalagi di saat ini ada risiko kenaikan kurs.
“Dari sisi kewajiban utang bank itu dalam valas meningkat. Ini menyebabkan permintaan pembiayaan dari luar negeri ada cenderung meningkat. Risiko valas di perusahaan memang ada dimitigasi dari kewajiban. Apalagi ada regulasi harus ada hedging,” katanya.
Penulis: Tomy