Jakarta, businessnews.id- Terkait penyusunan kabinet Jokowi-JK, diharapkan tokoh yang memiliki prestasi dari daerah mesti diberi ruang lebih besar, terutama tokoh daerah berprestasi secara nasional.“Karier politik Jokowi yang berawal dari Walikota Solo hingga menempati posisi tertinggi di republik ini, menjadi fenomena menarik bagi perubahan pemerintahan Indonesia ke depan,” kata pakar Tata Negara asal Kalimantan Selatan, Prof Dr Hadin Muhjad dalam keterangannya di Jakarta, kemarin.
Dia melanjutkan, tokoh nasional yang terkesan ‘Jakarta sentris’ kan hanya di era orde baru. Sekarang paradigmanya berubah, ketika ruang birokrasi terbuka, tokoh daerah yang berprestasi nasional banyak. Mereka, tokoh-tokoh daerah itu selain memiliki kompetensi, selama ini juga dekat dengan rakyat, bersentuhan langsung dengan rakyat. Malah sebenarnya, lanjut Hadin, tokoh-tokoh daerah banyak yang lebih berkualitas, sebab ketokohannya sudah sangat mengakar.
Sebaliknya, kata Hadin, tokoh nasional yang berbasis di Jakarta membutuhkan lebih banyak referensi tentang daerah dan wawasan kenusantaraan, mengingat wilayah Indonesia yang begitu luas. “Jadi sebenarnya tokoh daerah yang prestasi dan kompetensinya level nasional itu banyak, dan lebih legitimate,” ungkap Guru Besar di Universitas Lambung Mangkurat ini.
Pengamat politik Fadjroel Rachman yang diwawancara terpisah mengatakan, untuk bermain di level nasional, yang harus menjadi perhatian para tokoh daerah adalah berprestasi, memiliki kompetensi, integritas dan lebih penting lagi tidak korupsi. Selain itu tidak terlibat pelanggaran HAM. “Sebenarnya standar yang harus diperhatikan sangat umum dan bisa diperhitungkan. Sebagai contoh, Pak Jokowi itu berasal dari kota yang sangat kecil, namun dia mampu mengalahkan tokoh-tokoh nasional. Sekarang fenomena seperti sosok Jokowi dan Ahok ini juga mulai bermunculan dari daerah,” kata Fadjroel.
Sejumlah tokoh daerah seperti Ridwan Kamil (Walikota Bandung), Tri Risma Harini (Walikota Surabaya), Sultan Khairul Saleh (Bupati Banjar), Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng), dan beberapa nama lain adalah sebagian contoh tokoh yang memiliki kompetensi dan dinilai patut dipertimbangkan untuk masuk dalam kabinet mendatang. Saat ini untuk menjadi tokoh nasional tidak tergantung asal daerah lagi, tidak seperti dulu yang mungkin ditentukan oleh faktor kedekatan, kolega politik atau kolega ekonomi. Kini, faktor seperti demikian sudah mulai berkurang.
“Kalau dulu mungkin lebih mudah lewat partai atau kolega. Hal lain adalah rekam jejak yang memang meliputi prestasi, kompetensi dan integritas. Orangnya (tokoh daerah) memang harus berprestasi, kemudian memperoleh dukungan sosial dan media,” ujarnya seraya menambahkan bahwa orang-orang baik ini memang harus mengkampanyekan diri, semuanya harus dicatat. “Kalau tidak dicatat, ya susah juga. Jadi mereka harus mendapat dukungan dari daerahnya, media lokal maupun media nasional. Itu yang namanya dukungan sosial,” pungkas Fadjroel. (*)