Jakarta, TopBusiness – Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 ini masih tetap loyo, dengan pertumbuhan di AS dan China melambat masing-masing menjadi 1,7 persen dan 5,8 persen.
Meski AS-China telah menandatangani kesepakatan dagang fase pertama yang menandakan ada niat perdamaian antar kedua negara pada 15 Januari 2020 lalu, sentimen pelambatan ekonomi global masih tetap ada. Terutama dari tingginya tensi perselisihan geopolitik pada tahun ini yang salah satunya dari ketegangan AS-Iran.
Wakil Presiden Senior dari Grup Kredit Moody’s Clara Lau mengatakan, Moody’s melihat bank sentral di dunia perlu melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif dalam mendukung likuiditas jangka pendek para korporasi nonbank. Khususnya, bank sentral AS, The Federal Reserve, bank sentral Eropa, European Central Bank, dan bank sentral Jepang, Bank of Japan.
“Bank sentral utama perlu mempertahankan kebijakan moneter akomodatif untuk menyediakan likuiditas jangka pendek, mendukung pertumbuhan serta stabilitas kredit dan pasar keuangan,” kata Clara dalam laporan bertajuk Asia-Pacific Credit Trends Fourth Quarter 2019 Negative Credit Trend to Continue in 2020 seperti dikutip, Jumat (17/1/2020).
Moody’s Investor Service juga memproyeksi kinerja perusahaan-perusahaan nonbank akan melemah pada tahun ini, terutama pelaku usaha nonbank di Asia Pasifik. Alasannya, sentimen perang dagang AS dan China yang berlanjut. Perusahaan-perusahaan nonbank yang dimaksud adalah lembaga keuangan bukan bank, seperti asuransi dan perusahaan pembiayaan (multifinance). Penurunan kinerja korporasi nonbank sejatinya sudah terjadi sejak tahun lalu dan masih berlanjut pada tahun ini.