JAKARTA-businessnews.id: Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo), Diding S. Anwar menilai kebanyakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih kesulitan mengakses permodalan. Meski memiliki kelayakan usaha, tapi UMKM sering dinilai tidak bankable oleh perbankan, sehingga susah memenuhi persyaratan kredit.
Karenanya, perlu ada lembaga penjaminan kredit sebagai solusi dalam upaya memperluas akses kredit bagi pelaku UMKM. “Penjaminan sangat membantu mereka yang memiliki usaha produktif layak dan prospektif secara ekonomi tapi belum layak kredit atau memiliki kendala dari sisi pemenuhan agunan,” jelas Diding di Jakarta, Selasa, 12 Mei 2015.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) 2014, jumlah pelaku UMKM di klaster pertama yang terdiri dari usaha produktif belum layak dan belum layak kredit mencapai 35,49 juta unit. Sedangkan di klaster kedua, yaitu usaha produktif layak tapi belum layak kredit berjumlah 15,21 juta unit.
Asippindo berusaha memperluas akses kredit bagi UMKM dan Koperasi melalui pemberian jaminan terhadap debitur maupun pihak ketiga, baik bersifat kebendaan seperti hipotek, hak tanggungan, fidusia, serta gadai, atau juga yang nonkebendaan.
“Bagi perbankan peran penjaminan penting untuk mendukung pengucuran kredit dengan alokasi secara bertahap sampai minimum 20 persen pada 2018,” ungkapnya.
Ditegaskan UMKM harus diberdayakan, sebab kontribusinya terhadap perekonomian sangat besar. Kontribusinya terhadap produk bruto bahkan mencapai 57,12 persen, dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja hingga 97,3 persen.
Pemerintah juga sudah mendorong pengembangan UMKM melalu Undang-Undang (UU). Seperti Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2014 tentang perizinan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UMK) , serta Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemberian Izin UMK. (endy)