Jakarta, TopBusiness – Memiliki visi menjadi lima bank syariah terbesar di Indonesia, Bank BJB Syariah kini terus berbenah untuk memperbaiki kinerja bisnis dan layanan perusahaan.
Dari sisi tata kelola (good governance), manajemen risiko (risk management), dan kepatuhan (compliance) atau disingkat GRC juga terus diperkuat manajemen.
Bentuk dukungan manajemen terhadap penerapan GRC di Bank BJB Syariah ini dibuktikan dengan adanya 7 komite yang ada di lingkup perusahaan. Pertama adalah Komite Remunerasi dan Nominasi. Komite ini berada di bawah komisaris dengan tugas utama antara lain menyusun kebijakan remunerasi, melakukan evaluasi terhadap kebijakan remunerasi.
“Komite Remunerasi juga melakukan evaluasi terhadap kesesuaian antara kebijakan remunerasi dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. Selain itu, memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai kebijakan remunerasi bagi dewan komisaris, direksi, dewan pengawas secara keseluruhan,” ujar Pemimpin Divisi Kepatuhan Anwar Munawar dalam penjurian TOP GRC Awards 2020 yang dilakukan secara daring, Rabu (16/9/2020).
Kedua, Komite Audit dengan tugas utama memastikan bahwa laporan keuangan perusahaan telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan, transparan dan dapat diandalkan.
“Komite Audit juga bertugas menilai bahwa hasil audit internal dan eksternal telah memenuhi standar pemeriksaan,” tutur Anwar.
Tugas lain dari Komite Audit adalah mlakukan evaluasi kebijakan bank berhubungan dengan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Komite ini juga melakukan evaluasi rencana kerja divisi audit internal, pelaporan dan temuan yang signifikan.
“Melalui dewan komisaris, Komite Audit memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian internal bank,” kata Anwar. .
Komite ketiga adalah Komite Pemantau Risiko yang juga berada di bawah komisaris. Tugas utamanya adalah melakukan evaluasi tentang kebijakan manajemen risiko. Selain itu, melakukan evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dan pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Tugas lainnya melakukan evaluasi pelaksanaan tugas komite manajemen risiko dan satuan kerja manajemen risiko guna memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris,” ucap dia.
Komite Pemantau Risiko juga bertugas mengkaji dan mengevaluasi pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan. Selain juga mengkaji dan mengevaluasi atas usulan direksi yang terkait dengan pelaksanaan manajemen risiko yang memerlukan persetujuan dewan komisaris.
Tugas lainnya adalah mengevaluasi, mengkaji dan memberikan rekomendasi atas rencana bisnis bank dan rencana kerja sebelum mendapat persetujuan dewan komisaris khususnya yang terkait dengan risiko yang akan dihadapi oleh bank. Komite ini juga bertugas memantau dan/atau memberikan tanggapan atas pelaporan realisasi rencana bisnis dan rencana kerja.
Komite Pemantau Risiko juga mengevaluasi perkembangan portofolio pembiayaan dan memantau restrukturisasi pembiayaan, penghapusan pinjaman dan recovery-nya. “Selain itu, memonitor risiko yang dihadapi bank dan memastikan bahwa direksi telah melakukan mitigasi risiko-risiko tersebut,” ujar Anwar.
Dia menambahkan, Komite Pemantau Risiko juga mengevaluasi hasil pemantauan atas kepatuhan bank terhadap peraturan bank indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, komite ini memberikan masukan-masukan kepada dewan komisaris dalam rangka perbaikan dan pengembangan kebijakan manajemen risiko.
Tugas selanjutnya, Komite Pemantau Risiko memberikan masukan-masukan kepada dewan komisaris dalam rangka perbaikan dan pengembangan kebijakan manajamen risiko bank.
“Terakhir, Komite ini melakukan penelaahan atas pengelolaan manajemen risiko dan kepatuhan atas perundang-undangan yang berlaku bersama dengan direksi, auditor ekternal, divisi audit internal serta satuan kerja yang menjalankan fungsi manajemen risiko,” papar Anwar.
Kempat adalah Komite Pengarah Informasi Teknologi. Komite yang berada di bawah direksi ini memiliki tugas utama’ antara membuat rencana strategis teknologi informasi yang searah dengan rencan strategis kegiatan bank. Komite ini juga melakukan perumusan kebijakan, standar dan prosedur teknologi informasi yang utama.
“Tugas selanjutnya adalah terkait kesesuaian proyek-proyek teknologi informasi yang disetujui dengan rencana strategis teknologi informasi, kesesuaian antara pelaksanaan proyek-proyek teknologi informasi dengan proyek yang disepakati (project charter) dan kesesuaian teknologi informasi dengan kebutuhan sistem informasi manajemen dan kebutuhan kegiatan usaha bank,” tutur dia.
Komite Pengarah Informasi Teknologi juga bertugas memastikan efektivitas langkah-langkah meminimalkan risiko atas investasi bank pada sektor informasi teknologi agar investasi tersebut memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan bisnis bank. “Tugas lainnya adalah mengupayakan penyelesaian berbagai masalah terkait teknologi informasi yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan penyelenggaraan secara efektif efisien dan tepat waktu,” tutur Anwar.
Komite kelima adalah Komite SALMA dengan tugas antara lain merumuskan dan memutuskan pricing strategy yang meliput financing pricing (prime lending rate, based financing rate, dan lainnya), funding pricing, pricing produk dan jasa bank lainnya, serta yang berkaitan dengan aset, liabilitas dan permodalan bank.
Komite SALMA juga bertugas mengevaluasi posisi pricing bank dan strategi bank untuk mengelola risiko pricing, mereview posisi likuiditas bank dan merumuskan besarnya prosentase likuiditas yang akan dipertahankan oleh bank.
“Tugas lainnya dari Komite ini adalah mereview posisi sumber dana bank dan merumuskan komposisi jenis-jenis sumber dana yang menghasilkan cost of funds (COF) yang optimal,” kata dia.
Tak hanya itu, Komite SALMA juga bertugas menyampaikan informasi kepada direksi mengenai setiap perkembangan ketentuan dan peraturan terkait yang mempengaruhi strategi dan kebijakan bank. Melaksanakan rapat-rapat lainnya yang disyaratkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di pasar ataupun perubahan-perubahan dari segi regulasi pemerintah yang terjadi secara tiba-tiba.
Komite SALMA juga melakukan review atas keputusan hasil komite salma periode sebelumnya dan melakukan analisa dampak penurunan atau kenaikan imbal hasil terhadap kinerja bank.
Komite keenam adalah Komite Manajemen Risiko. Tugas utaramanya adalah terkait penyusunan kebijakan, strategi, dan pedoman penerapan manajemen risiko. Selain itu, perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan manajemen risiko.
“Komite ini juga melakukan penetapan atas perbaikan dan penyempurnaan penerapan manajemen risiko yang dilakukan secara berkala maupun insidentil sebagai akibat dari suatu perubahan kondisi eksternal dan internal bank yang mempengaruhi kecukupan permodalan dan profil risiko bank dan hasil evaluasi terhadap efektifitas penerapan tersebut,” papar Anwar.
Tugas lain dari Komite Manajemen Risiko adalah penetapan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang tidak sesuai dengan prosedur normal. Penetapan perubahan materi yang terdapat pada kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko.
Komite ini juga melakukan evaluasi terhadap penerapan model–model pengukuran risiko bank. Selain itu, memastikan dilakukannya pengawasan risiko melalui penetapan toleransi atau limit risiko yang dapat diterima serta alokasi modal terkait cadangan risiko untuk seluruh kegiatan operasional bank.
Komite Manajemen Risiko juga bertugas mengkoordinasikan dan memantau seluruh strategi manajemen risiko. Menyetujui strategi penerapan manajemen risiko yang melampaui kewenangan pimpinan satuan kerja operasional.
“Tugas lainnya adalah penetapan risk appetite & risk tolerance atas produk dan aktivitas baru dan sesuai dengan kemampuan bank untuk melaksanakan produk dan aktivitas baru tersebut,” tuturnya.
Komite Manajemen Risiko juga bertugas dalam penetapan contingency plan dalam kondisi tidak normal (worst case scenario) serta mengevaluasi efektifitas pelaksanaan manajemen risiko.
Yan ketujuh adalah Komite Kebijakan Pembiayaan. Ada beberapa tugas utama komite ini, antara lain memberikan masukan kepada direksi terkait penyusunan kebijakan pembiayaan bank, terutama yang berkaitan dengan perumusan prinsip ke hati-hatian dalam pembiayaan. Komite ini juga memberikan saran langkah-langkah perbaikan kepada direksi dengan tembusan kepada dewan komisaris
“Tugas lainnya adalah mengawasi agar kebijakan pembiayaan bank dapat diterapkan dan dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten serta merumuskan pemecahan apabila terdapat hambatan atau kendala dalam penerapan kebijakan pembiayaan bank atau KPB,” ujar Anwar.
Kecuali itu, Komite Kebijakan Pembiayaan juga memantau dan mengevaluasi terkait dengan perkembangan dan kualitas portofolio pembiayaan secara keseluruhan. Memantau dan mengevaluasi kebenaran pelaksanaan kewenangan memutus pembiayaan, kebenaran proses pemberian, perkembangan dan kualitas pembiayaan yang diberikan kepada pihak yang terkait dengan bank dan nasabah besar tertentu.
Selain itu, memantau dan mengevaluasi kebenaran pelaksanaan ketentuan batas maksimum penyaluran dana (BMPD). Komite ini juga memantau ketaatan terhadap ketentuan perundang-undangan dan peraturan lainnya dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan.
Bank BJB Syariah juga sudah menerapkan whistleblowing system (WBS). Anak perusahaan Bank BJB ini memiliki media pelaporan internal terkait indikasi tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu atau memanipulasi bank dan atau menggunakan sarana bank.
Terkait implementasi GRC di masa pandemi Covid-19 ini, Bank BJB Syariah telah melakukan antisipasi dan berperan aktif dalam upaya pencegahan dengan menerapkan protokol kesehatan kebiasaan baru bagi segenap pegawai dan nasabah bank.
“Kami juga memantau pelaksanaan penerapan protokol kesehatan tersebut melalui pengawasan langsung oleh unit kerja yang melaksanakan pengendalian internal cabang yang berkoordinasi langsung dengan Pemimpin Divisi Kepatuhan,” kata Anwar.
Mengenai kinerja bisnis Bank BJB Syariah, sepanjang 2019 ada sedikit penurunan laba dan pendapatan setelah bagi hasil. Laba setelah pajak berkurang 8,9 persen dari Rp 16,8 miliar pada 2018 menjadi Rp 15,39 miliar. Sedangkan pendapatan bagi hasil turun dari Rp 361,08 miliar menjadi Rp 359,78 miliar pada 2019.