Jakarta, TopBusiness – Pemerintah mendorong pengembangan konsep kepariwisataan di Destinasi Super Prioritas (DPSP) atau Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo yang memperhatikan aspek konservasi dan keberlanjutan sosial budaya, ekologi, dan ekonomi untuk menyejahterahkan masyarakat.
Saat ini pemerintah fokus pada penataan kawasan dan penguatan transformasi sosial budaya masyarakat.
Kegiatan Penataan KSPN Labuan Bajo meliputi: (1) Penataan Kawasan Puncak Waringin, Batu Cermin, Waterfront Labuan Bajo, dan Pulau Rinca berupa pembangunan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendukung wisata; (2) Penataan Lansekap KSPN Labuan Bajo; (3) Pembangunan Pengelolaan Sampah dengan Proses Thermal (Incinerator); (4) Optimalisasi IPAL dengan kapasitas 500 KK; dan (5) Pembangunan SPAM dan Jaringan Perpipaan Wae Mese II dengan kapasitas 2 x 50 liter/detik untuk melayani penyediaan air minum di KSPN Labuan Bajo, serta reservoir dengan kapasitas 50 m3 untuk melayani kawasan Loh Buaya Pulau Rinca yang sumber airnya berasal dari IPA Wae Mese.
Kegiatan Penataan KSPN Labuan Bajo sebagian besar dilaksanakan secara Multiyears Contract (MYC) TA. 2020-2021 yang ditargetkan selesai pada akhir tahun 2021. Pelaksanaan kegiatan konstruksi selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan pekerja dengan mematuhi protokol SMK3, serta pencegahan penyebaran Covid-19. Khususnya pada kegiatan di Kawasan Loh Buaya Pulau Rinca dilakukan pemagaran pada area kerja sebagai bentuk perlindungan terhadap satwa komodo dan keselamatan pekerja.
Untuk kawasan Loh Buaya Pulau Rinca, kegiatan dilaksanakan pada Zona Pemanfaatan dengan prinsip peningkatan kualitas sarana dan prasarana yang sudah ada untuk menjaga agar komodo dan satwa lain dapat hidup sesuai dengan habitatnya, sekaligus meningkatkan keamanan dan keselamatan bagi peneliti dan pengunjung. Desain infrastruktur tersebut juga telah mempertimbangkan kenyamanan bagi penyandang disabilitas.
Berbagai program telah dilakukan dan terus didorong termasuk upaya konservasi seperti monitoring spesies (komodo, kakatua, satwa mangsa komodo, biota laut, dll), pengamatan perilaku komodo, uji DNA Komodo, serta penelitian baik dilakukan oleh pemerintah maupun bekerja sama dengan mitra. Selain program konservasi, Pemerintah juga terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat melalui program upskilling dan reskilling serta pemberdayaan masyarakat untuk dapat berpartisipasi pada kegiatan pariwisata di TN Komodo dan desa-desa sekitar TN Komodo serta Labuan Bajo.
Kegiatan tersebut seperti mengembangkan desa wisata, sentra kreatif, produk kreatif, pengembangan bisnis model untuk UMKM dan usaha masyarakat serta penguatan basis pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan sebagai rantai pasok untuk pengembangan ekonomi masyarakat.
Pada tahun 2020, beberapa kegiatan di dalam desa kawasan TN Komodo yang telah dilaksanakan yaitu, gerakan BISA (Bersih, Indah, Sehat, dan Aman), pembinaan UMKM kriya pengrajin dan desa wisata, pendampingan produk wisata komunitas, narasi dan literasi, tata Kelola (Pokdarwis/Bumdes/komunitas), dan aksilirasi (Aksi Selaras Sinergi) seni pertunjukan animal pop Komodo dan penerbitan.
Gerakan Kegiatan BISA (Bersih Indah Sehat dan Aman)
Bimbingan Teknis Peningkatan SDM
Peningkatan Kapasitas SDM Revitalisasi Toilet dan tempat sampah, wastafel portable, Baligo protokol Kesehatan dan signage di Desa Komodo.
Menanggapi beberapa isu yang beredar menyangkut kekhawatiran pada pembangunan di TN Komodo, Pemerintah secara tegas berkomitmen untuk menyejahterakan masyarakat sekitar dengan pelibatan di setiap perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan. Dengan demikian isu mengenai relokasi penduduk dari Pulau Komodo dan Pulau Rinca adalah tidak benar. Sebaliknya, pemerintah mengakomodir adanya masyarakat yang hidup di TN Komodo dengan adanya zona khusus dalam pengelolaan TN Komodo (seluas 310.09 ha).
Terhadap permohonan izin pemanfaatan di Pulau Muang dan Pulau Bero untuk dijadikan sebagai Pulau Ekowisata dalam rangka mendukung pengembangan kawasan pariwisata TanaMori, pemerintah tetap berkomitmen tidak mengizinkan adanya pengembangan sarpras di kedua pulau tersebut. Namun, kegiatan wisata alam secara terbatas dimungkinkan dengan penyediaan jasa oleh masyarakat di sekitar pulau. Dengan demikian, sampai dengan saat ini tidak ada perubahan zonasi pada kedua pulau tersebut dari apa yang sudah ditetapkan.
Untuk penyediaan air minum di kawasan Loh Buaya Pulau Rinca, dibangun reservoir (tempat penampungan air) dengan kapasitas 50 m3 Sumber air berasal dari IPA Wae Mese yang diangkut menggunakan kapal tanki air dari Labuan Bajo ke Loh Buaya Pulau Rinca.
Penataan kawasan di TN Komodo dilakukan sesuai dengan peraturan dan kaidah yang berlaku untuk menjaga kelestarian habitat komodo. Usaha penyediaan sarana wisata alam di kawasan konservasi dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di sekitar Taman Nasional (multiplier effects) dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan sarana dan prasarana hanya diperbolehkan pada ruang usaha di zona pemanfaatan TN Komodo. Luas ruang usaha di TN Komodo adalah 562,75 ha (0,32% dari luas TN Komodo).
Berdasarkan hasil analisa di lapangan penataan sarana dan prasarana yang saat ini dilakukan di Pulau Rinca, akan berdampak baik bagi ekosistem seperti meminimalisir singgungan antara wisatawan dengan satwa dengan pengaturan jalur trekking dan ketersediaan pusat informasi sebagai sarana edukasi dan peningkatan keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan (terutama untuk penyandang disabilitas dan usia dini). Selain itu, Pengaturan jalur trekking juga mengembalikan fungsi alami habitat serta mengurangi dampak akibat aktivitas wisatawan terhadap habitat komodo di Loh Buaya Pulau Rinca.
Pengembangan Pulau Komodo dan Pulau Rinca sebagai kawasan wisata alam tetap dan akan selalu dilakukan dengan menerapkan Community-Based Tourism (CBT) maupun Community Based Conservation (CBC) yang berbasiskan adat dan budaya, serta keragaman hayati. Kajian awal telah dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Balai TN Komodo bekerjasama dengan Universitas Indonesia dan Universitas Trisakti, dan studi lebih lanjut akan dimulai pada 2021.
Untuk tahun 2021, telah direncanakan juga beberapa kegiatan untuk mendukung penerapan CBT dan CBC melalui program monitoring terumbu karang, keanekaragaman ikan, kakatua dan satwa mangsa, aktivasi forum komunikasi pengelolaan wisata bahari dengan Pemda, Syahbandar, dan Asosiasi industri, serta peningkatan fasilitas seperti pusat informasi wisata dan pemasangan mooring buoy di 30 titik.