Jakarta, TopBusiness — PT Trans Power Marine Tbk (TPMA) mengaku masih yakin kinerja positif di tahun lalu masih akan berlanjut di tahun 2022 ini. Hal tersebut lantaran sektor batubara masih sangat menguntungkan.
Sejauh ini, TPMA yang merupakan perusahaan pelayaran yang mengangkut komoditas batubara ini turut terdongkrak bisnisnya akibat harga batubara yang meroket. Porsi pengangkutan batubara sendiri yang digarap perusahaan mencapai 82 persen selama 2020-2021 lalu.
Menurut Direktur Utama TPMA, Ronny Kurniawan, realisasi produksi batubara nasional tahun 2021 lalau adalah 614 juta ton, sedikit lebih rendah dari target sebesar 625 juta ton.
Dari target tersebut sebesar 133 juta ton dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri. Adapun untuk tahun 2022 target produksi batu bara nasional naik sekitar 8% dari 2021 lalu atau sebesar 663 juta ton dimana sebesar 165 juta ton ditargetkan untuk pemanfaaran batubara dalam negeri.
Sementara sampai dengan Mei 2022 lalu, HBA (Harga Batubara Acuan) sudah mengalami kenaikan dibandingkan dengan akhir tahun 2021 tersebut.
“Ini menandakan perkembangan batubara yang posiif. Kenaikan HBA ini juga meningkatkan kenaikan harga pengangkutan batubara, sehingga memberi dampak positif terhadap pertumbuhan Perseroan,” ujar Ronny kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/6/2022).
Dengan kondisi harga batubara yang positif itu, Trans Power Marine pun yakin bisa mendongkrak kinerja keuangan perusahaan. Baik dari sisi pendapatan maupun laba bersih.
“Tiga bulan ini (pendapatan kita) sudah setengah dari full year 2021 lalu. Sehingga perkembangan saat ini di 2022 sangat bagus. Untuk top line (revenue) kita naik 20-25% dan bottom line (laba berih) naik 100%,” tandasnya yakin.
Berdasarkan kinerja keuangan tahun 2021 lalu, Perseroan berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan usaha sebesar 5,67% dari US$39,76 juta pada tahun 2020 menjadi US$42,02 juta pada tahun 2021.
Seiring dengan pertumbuhan ini, TPMA juga mampu mendongkrak laba bersih dari US$2,17 juta di tahun 2020 menjadi US$4,05 juta di tahun 2021.
“Dan kondisi saat ini, dengan harga batubara yang tinggi, penambang pun banyak yang menggenjot produksinya. Sehingga angkutan barang pun kurang. Kalau angkutan kurang, maka banyak dicari dan harga (pengangkutan) pun otomatis tinggi,” jelas dia.
Lebih jauh dia menegaskan, selama ini perseroan tidak menghadapi tantangan usaha yang material pada tahun lalu. Pihaknya tetap berhati-hati dalam menyikapi kondisi perekonomian, baik dalam skala nasional dan global, karena hal ini berdampak pada tingkat permintaan jasa pengangkutan yang disediakan Perseroan, baik trans-shipment maupun inter-island.
“Pada akhir 2021 lalu, ada kebijakan larangan ekspor batubara yang diberlakukan oleh Dirjen Mineral dan Batubara efektif pada 1 Januari 2022. Namun begitu, secara umum kinerja Perseroan tidak terpengaruh, bahkan permintaan angkutan (batubara) ke PLTU terus mengalami peningkatan,” terangnya.
Apalagi memang saatu ini, kebutuhan batubara untuk PLN mulai meningkat seiring sudah beroparasinya ragam sektor industri. “Dengan begitu, maka permintaan atas angkutan batu bara di Indonesia masih cukup tinggi,” pungkas Ronny.
FOTO: Istimewa