Jakarta, TopBusiness – Governance, risk and compliance PT Waskita Karya (Persero) Tbk secara group telah terintegrasi. Perseroan berharap ke depannya, penerapan GRC terintegrasi ini akan lebih baik lagi untuk menciptakan transparansi.
Menurut President Director Destiawan Soewardjono, implementasi GRC terintegrasi dalam sebuah bidang usaha sangat berdampak, sebab proses bisnis perseroan yang fleksibel. “Jadi implementasi ini, tentunya sangat berdampak terhadap usaha kami karena proses bisnis kami ini adalah proses bisnis yang fleksibel, menurut saya bilang. Jadi up down-nya itu sangat terasa,” kata dia, saat sesi pendalaman materi presentasi IMPLEMENTASI GOVERNANCE, RISK, COMPLIANCE PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Dalam proses bisnis, mulai dari awal proses selalu dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan sesuai dengan panduannya sehingga menciptakan transparansi. “Sehingga dalam proses di awal ini, kami sangat mementingkan bagaimana proses dilakukan dengan baik, baik itu terhadap vendor maupun dalam pelaksanaan. Artinya, implementasi dalam setiap tahapan ini, proses pengadaan vendor, pengadaan baik itu suplai material atau pelaksanaannya, sampai mereka selesai dan bagaimana mempelajari para vendor ini, mengevaluasi dan bisa menyatu dengan proses yang kami lakukan. Kami terus-menerus memberikan pemahaman transparansi dan proses di Waskita Karya melalui whistleblowing yang kami terapkan. Ini gambaran implementasi GRC agar proses bisnis Waskita ini, harapan ke depan terus mengalami perbaikan untuk transparansi. Saya kira itu,” ungkap Destiawan, dihadapan Dewan Juri TOP GRC Awards 2022, yang berlangsung secara daring melalui aplikasi zoom meeting, di Jakarta, Selasa (2/07/2022).
Di kesempatan yang sama, SVP Risk Management Division Shastia hadiarti menilai, GRC terintegrasi antara anak dan induk dan terdistribusi. Masing-masing mempunyai komite yang mendukung proses bisnis. “Terkait implementasi GRC terintegrasi, khususnya di bidang majemen risiko. Karena kami memang masing-masing bidang usaha itu, sudah terdistribusi di masing-masing anak perusahaan dengan induknya. Jadi yang kita lihat adalah bagaimana manajemen risiko itu bisa terintegrasi dilaksanakan di Waskita Group,” kata dia.
Lalu dirinya pun menyinggung terkait dengan komite investasi dan komite manajemen risiko konstruksi, yang menjadi kebijakan manajemen risiko yang diterapkan di induk terhadap anak perusahaan. “Kita singgung terkait dengan komite investasi dan konstruksi, ini tentunya juga berdampak besar bagi penerapan GRC di Waskita Group. Pada saat anak perusahaan ingin mengajukan investasi baru, atau mereka melakukan aksi korporasi yang kira-kira berdampak terhadap tingkat konsolidasi di Waskita, mereka harus mengajukan usulan-usulan aksi korporasi tersebut ke dalam komite investasi atau misalnya proyek baru Waskita induk di konstruksinya juga mengajukan proyek-proyek tersebut ke komite manajemen risiko konstruksi,” papar dia.
Dalam pandangan dia, kedua komite tersebut diharapkan bisa diterapkan di seluruh lini bisnis agar bisa memantau dalam pengambilan keputusannya. “Jadi dengan adanya komite ini diharapkan dari seluruh lini, juga bisa memantau bagaimana apa-apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengambilan investasi dan proyek-proyek baru tersebut,” ujarnya.
Tak berhenti di situ saja, perseroan menjalankan threshold seperti yang ada di anggaran dasar dan sesuai dengan anjuran dan aspirasi dari pemegang saham, yaitu Kementerian BUMN. “Jadi sampai mana batasan-batasan sesuai nilai, mana saja yang harus diajukan persetujuannya apakah di BoD atau BoC, ataupun pemegang saham dwi warna atau RUPS. Dan itu pun sudah kami delegasikan ke seluruh anak perusahaan kami. Jadi diharapkan penerapan GRC-nya sudah terintegrasi,” pungkas dia.