Jakarta, TopBusiness – Hasil penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan, harga komoditas pangan yang tinggi berdampak pada daya beli masyarakat yang melemah dan semakin memperkecil keterjangkauan pada pangan, terutama bagi yang tergolong berpenghasilan rendah.
“Kestabilan harga bukan lagi menjadi satu-satunya yang menentukan keterjangkauan masyarakat terhadap pangan. Pemerintah perlu memperhatikan daya beli yang menurun akibat pandemi COVID-19,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (2/9/2022).
Berdasarkan data bulanan rumah tangga (Bu RT) yang dilakukan oleh CIPS menunjukkan harga telur sudah tinggi sejak Februari 2022 dan masih berpotensi terus naik.
Rata-rata harga telur di supermarket di Jakarta menunjukkan kenaikan sebesar 3,39 persen menjadi Rp43.033,3 per kg pada Agustus 2022. Jika dibandingkan dengan harga telur pada Agustus 2021, terdapat kenaikan sebesar 61,17 persen.
Indeks Bu RT juga menunjukkan terdapat kenaikan harga beras sebesar 4,14 persen pada Agustus 2022 sebesar Rp12.800 per kilogram, kalau dibandingkan dengan Agustus 2021 yang sebesar Rp12.291
Kemudian, harga minyak goreng bulan ini di pasar tradisional naik sebesar 25,1 persen menjadi Rp22.457,5 per kilogram, dengan harga tertinggi di Gorontalo sebesar Rp32.200 per kilogram dan terendah di Bangka Belitung sebesar Rp14.200 per kilogram.
Menurut Hasan, fluktuasi harga minyak goreng dipengaruhi oleh efek global dari perang Rusia-Ukraina dan larangan ekspor minyak goreng dan gangguan rantai pasokan akibat COVID-19.
Menurut penelitian CIPS, pangan merupakan komponen bernilai signifikan dalam konsumsi rumah tangga, khususnya pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang dapat mencapai 50 persen.
Dalam jangka panjang, lanjut Hasran, hal ini dapat memengaruhi konsumsi nutrisi. Masyarakat akan cenderung memilih makanan yang mengenyangkan dengan harga yang lebih murah, tapi belum tentu mencukupi kebutuhan nutrisi yang diperlukan tubuh.
Selain itu, kebijakan perdagangan harus dibarengi dengan kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan daya saing produsen dalam negeri.
Faktor domestik yang menyebabkan harga tinggi, kata Hasran, harus diatasi melalui kebijakan seperti peningkatan penelitian dan pengembangan, akses ke input yang berkualitas dan perbaikan serta pembangunan infrastruktur pendukung pertanian.
Upaya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian sangat diperlukan untuk membuka pasar. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan upaya konsisten untuk menciptakan dan menjaga iklim bisnis investasi dan persaingan usaha di Indonesia.
Modernisasi dan transfer teknologi dapat membantu efisiensi proses produksi yang dilakukan petani. Proses produksi yang tidak efisien membuat produk pertanian lokal sulit bersaing dengan produk impor yang diciptakan lewat proses produksi yang efisien sehingga kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah.
Selain itu, kebijakan perdagangan harus dibarengi dengan kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan daya saing produsen dalam negeri.
Faktor domestik yang menyebabkan harga tinggi, kata Hasran, harus diatasi melalui kebijakan seperti peningkatan penelitian dan pengembangan, akses ke input yang berkualitas dan perbaikan serta pembangunan infrastruktur pendukung pertanian.
Upaya untuk meningkatkan daya saing produk pertanian sangat diperlukan untuk membuka pasar. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan upaya konsisten untuk menciptakan dan menjaga iklim bisnis investasi dan persaingan usaha di Indonesia.
Modernisasi dan transfer teknologi dapat membantu efisiensi proses produksi yang dilakukan petani. Proses produksi yang tidak efisien membuat produk pertanian lokal sulit bersaing dengan produk impor yang diciptakan lewat proses produksi yang efisien sehingga kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah.