Jakarta, TopBusiness—Di Indonesia, penerapan konsep environmental, social, and governance (ESG) masih belum dipahami dan disadari pentingnya, terutama di tingkat usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Padahal, penerapan konsep ESG merupakan langkah awal agar sebuah usaha bisa menjalankan praktek bisnis sesuai dengan konsep ekonomi hijau, yakni berkelanjutan,” kata Inez Stefanie, Co-Founder Supernova Ecosystem, di Jakarta hari ini.
Kurangnya kesadaran penerapan prinsip tata kelola usaha yang baik itulah yang menjadi penghambat pelaku usaha di Indonesia ketika hendak naik tingkat mengembangkan bisnisnya.
Banyak perusahaan yang praktik tata kelolanya kurang solid, akibatnya mereka sulit mendapatkan pendanaan (investasi) dari pihak lain. “Karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk mulai menerapkan prinsip tata kelola usaha yang baik demi menjaga keberlangsungan usahanya,” kata dia.
Di sisi lain, meningkatnya tren penyaluran pembiayaan atau investasi hijau, membuat animo masyarakat untuk masuk ke sektor ini juga membesar. Satu hal yang perlu dicatat, kendati pelaku usaha di sektor ekonomi hijau didorong untuk menerapkan prinsip dan konsep ESG dalam menjalankan bisnisnya, namun ada sejumlah hal yang harus dipahami para investor yang tertarik masuk ke sektor ini.
“Pada prinsipnya, investor yang masuk ke sektor ekonomi hijau juga harus memahami fundamental bisnis yang mereka pilih sebagai portofolio investasi,” kata Inez.
Sebagai ilustrasi, ketika masuk ke bidang usaha yang berkaitan dengan komoditas perkebunan, investor harus paham prospek komoditas yang ditawarkan. Investor harus tahu bagaimana komoditas itu nantinya dijual, siapa pembelinya, dan bagaimana prospek ke depannya. Selain itu, investor juga harus mampu membaca kondisi alam yang dapat mempengaruhi hasil produksi usaha yang dipilih.
Sebetulnya, Inez menambahkan, berinvestasi di sektor ekonomi hijau juga sama dengan berinvestasi di sektor usaha konvensional. Prinsip kehati-hatian dan selektif dalam memilih portofolio mutlak diperlukan.
“Investor tetap perlu memperhatikan kredibilitas platform agregator yang menawarkan produk investasi, serta menakar imbal hasil investasi yang ditawarkan, realistis atau tidak.”
Satu hal lain yang tak kalah penting, ujar Inez, ialah menyesuaikan profil risiko suatu produk investasi dengan karakteristik setiap investor.