Jakarta, TopBusiness – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) menyatakan, saat ini sebanyak 98,41 persen transaksi nasabah pada 2022 telah dilakukan melalui channel digital.
“Ini menurut saya baik dan akan didorong terus. Kami sebagai bank akan terus menyediakan layanan yang lebih baik, dan sesuai dengan variasi nasabah kami,” katanya Direktur Digital dan Teknologi Informasi Arga M Nugraha di Jakarta seperti dikutip Kamis (26/1/2023).
Ia mengatakan, hanya 1,59 persen dari transaksi nasabah yang masih dilakukan secara konvensional, misalnya melalui kantor cabang. Dengan jumlah nasabah yang besar dan tersebar di seluruh Indonesia, BRI juga akan tetap mengedepankan hybrid banking yang mengombinasikan layanan digital dan konvensional seperti BRILink.
Arga mengatakan, BRI memiliki tiga fokus dalam menerapkan digitalisasi, yakni keberlanjutan, tata kelola, dan kepentingan nasabah. “Fokus yang sama pada tiga hal ini juga harus dimiliki oleh para pelaku di bidang ini,” terangnya.
Digitalisasi memang tengah berkembang dengan pesat, tak terkecuali di industri perbankan, yang dipercepat oleh penyebaran COVID-19. Perbankan pun terus bersaing dalam meningkatkan layanan demi memenuhi kebutuhan nasabah yang terus berubah.
Menurut Arga, BRImo menjadi produk andalan BRI untuk melayani kebutuhan nasabah. Sebab, keberhasilan pendekatan digitalisasi BRI terdapat dalam dua produk utama yang digunakan dalam tataran eksternal atau nasabah, juga di tataran internal bagi tenaga pemasar.
Dia menjelaskan keunggulan produk digital BRI seperti layanan utama untuk digital banking yaitu BRImo. “Keberhasilan produk BRImo terlihat dari nilai transaksinya yang mencapai sekitar Rp 2.669 triliun hingga akhir Desember 2022,” kata Arga dalam keterangan resminya.
Selain itu, ada BRIspot yang disebut dengan loan origination system atau alat bantu secara internal untuk bisa memproses permintaan nasabah dalam mengajukan pinjaman dan kredit.
“Dengan BRIspot kami bisa mempercepat proses kredit menjadi sekitar cuma dua hari saja. Bahkan pada banyak kasus dua jam selesai bila dokumennya lengkap,” terangnya.
Terus Diperbaiki
Arga menegaskan, seluruh layanan dan produk digital BRI akan terus diperbaiki dengan menggunakan perspektif nasabah. Dengan demikian, pihaknya meyakini masih banyak ruang untuk dikembangkan. Hal itu pun dapat menjawab kebutuhan nasabah dengan lebih baik.
Di sisi lain, disrupsi digital menjadi salah satu tantangan industri perbankan saat ini. Hal tersebut mendorong bank pelat merah ini untuk melakukan tranformasi agar tetap dapat bertahan dan bersaing.
Untuk itu, perseroan dinilai berhasil melakukan transformasi digital melalui dua pendekatan utama, sehingga perseroan mampu melambungkan bisnis dengan layanan yang baik bagi nasabah.
“Pertama, kami di BRI memang melihat transformasi digital sebagai suatu hal yang akan membawa kami, melontarkan kami, untuk bisa lebih mendukung bisnis. Yang kedua, mendukung secara utamanya juga untuk nasabah kami,” ujarnya.
Arga mengatakan, hal pertama yang dilakukan BRI dalam transformasi digital yaitu hybrid approach. Dalam hal ini, perusahaan memadu padankan layanan digital dan konvensional melalui transformasi terhadap proses bisnis eksisting dan membawanya lebih digital.
Melalui pendekatan ini, perseroan memperbaiki banyak proses sekaligus mempercepat personal bisnis dan meningkatkan efisiensi serta produktivitas.
Selanjutnya yang kedua adalah business digital approach itu sendiri. Arga mengatakan, BRI menargetkan mencari sumber pertumbuhan baru hingga pendapatan bisnis baru.
Dengan demikian, memungkinan Insan BRILian atau pekerja BRI untuk mencari sumber pertumbuhan bisnis baru di ranah yang belum tersentuh sebelumnya.
“Tahun 2021, kami coba reframe lagi niatan kami yang termaktub dalam sebuah dokumen yang kami sebut dokumen transformasi kami BRIVolution. Dan tahun lalu kami perbaharui dan kami segarkan dengan beberapa update yang kami sebut dengan BRIvolution 2.0,” terangnya.
Meski begitu, Arga mengatakan, perkembangan teknologi digital perlu disikapi dengan hati-hati karena terdapat maturitas yang berbeda dari setiap lapisan masyarakat, misalnya antara perkotaan dan pedesaan.
“Ada yang sudah terliterasi dengan baik sehingga lebih mudah didorong untuk beralih ke digital, namun juga ada yang belum terliterasi,” ucapnya.