Jakarta, TopBusiness – Di tengah perlambatan ekonomi global, utilisasi sektor industri manufaktur Indonesia sepanjang 2022 rata-rata sudah berada di atas 71 persen. Artinya, aktivitas produksi semakin bergeliat untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Industri manufaktur juga tumbuh secara impresif di angka 5,01 persen sepanjang 2022 atau lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya 3,67 persen. Capaian yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional 2022 sebanyak 5,31 persen tersebut menandakan industri manufaktur mulai bangkit.
“Kami sangat mengapresiasi kinerja yang gemilang ini, bahwa sektor industri menufaktur konsisten memberikan kontribusi yang paling besar terhadap perekonomian nasional. Selain itu, pertumbuhan industri di atas 5 persen ini juga mengartikan bahwa ekonomi Indonesia sudah kembali pulih dan bangkit,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta seperti dikutip Selasa (7/2/2023).
Menperin mengatakan, kinerja positif dari industri manufaktur ini sejalan dengan beberapa indikator sepanjang 2022, antara lain Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang sama-sama berada di level ekspansif. Kementerian Perindustrian melansir hasil IKI pada Januari 2023 menempati posisi 51,54 atau naik dibandingkan IKI Desember 2022 yang menyentuh level 50,9. Sedangkan, S&P Global melaporkan bahwa PMI manufaktur Indonesia pada Januari 2023 sebesar 51,3 naik dibandingkan bulan Desember 2022 di angka 50,9.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tiga sektor manufaktur yang menjadi sumber penopang ekonomi pada 2022, yakni industri makanan dan minuman yang tumbuh 4,90 persen, industri alat angkutan naik 10,67 persen, serta industri logam dasar tumbuh 14,80 persen. “Pertumbuhan industri makanan dan minuman dipacu oleh peningkatan produksi komoditas mamin serta meningkatnya ekspor CPO akibat tingginya permintaan global. Selanjutnya, pertumbuhan industri alat angkutan karena didukung kebijakan diskon PPnBM sepanjang 2022, dan pertumbuhan di industri logam dasar lantaran didorong peningkatan kapasitas produksi di sentra tambang seiring membaiknya harga komoditas di pasar ekspor,” terang Menperin.
Sebelumnya, Menperin memproyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nasional sepanjang tahun 2022 mencapai 5,01 persen, dan pada 2023 ditargetkan sebesar 5,1-5,4 persen. “Masuknya sejumlah investasi di beberapa sektor diharapkan bisa mendongkrak pertumbuhan industri manufaktur,” jelasnya.
Sementara itu, realisasi investasi industri manufaktur pada 2022 mencapai Rp 497,7 triliun. Peningkatan investasi di sektor industri juga akan mendongkrak serapan tenaga kerja. Pada 2022, total serapan tenaga kerja diperkirakan mencapai 19,11 juta orang, sedangkan pada 2023 sebanyak 19,2-20,2 juta orang.
Seiring dengan itu, nilai ekspor industri pengolahan nonmigas pada 2022 mencapai US$ 206,35 miliar, naik 16,45 persen dari tahun sebelumnya US$ 177,2 miliar dan ditargetkan dapat meningkat hingga US$ 225-245 miliar pada 2023,” kata Menperin.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah bertekad untuk memperkuat hilirisasi di sektor industri manufaktur. Sebab, selama ini telah memberikan bukti nyata terhadap multiplier effect bagi perekonomian nasional, antara lain adalah meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi masuk di tanah air, menghasilkan devisa besar dari ekspor, dan menambah jumlah serapan tenaga kerja.