Jakarta, TopBusiness – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, bank-bank milik negara (Himbara) masih mendominasi pertumbuhan kredit pada periode Juni 2023. Kredit bank-bank pelat merah bisa tumbuh yaitu sebesar 8,30% YoY. Padahal, industri hanya mencatat pertumbuhannya sekitar 7,76% atau senilai Rp 6.656 triliun
Sebagai perbandingan, pada bulan sebelumnya, pertumbuhan kredit perbankan masih bisa mengalami pertumbuhan 9,39%. Meski, angka tersebut juga masih di bawah target OJK yang melihat kredit bisa tumbuh dobel digit. “Pertumbuhan kredit tertinggi pada kredit investasi sebesar 9,60% YoY,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae dalam keterangannya yang dikutip Jumat (4/8/2023).
OJK terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas.
Hal itu tercermin dari rasio likuiditas seperti AL/NCD dan AL/DPK turun masing 119,05% dan 26,73%, sebelumnya 123,27% dan 27,52%. “Tetap jauh di atas threshold masing di atas 50% dan 10%,” ujarnya.
Dari sisi risiko pasar, Dian juga menyebutkan risiko pasar relatif rendah ditinjau dari Posisi Devisa Neto atau PDN sebesar 1,50%, sementara Mei berada di level 1,57% jauh di bawah treshold 20%.
Kredit Konsumsi Terus Meningkat
Sementara itu, Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mempekirakan kredit perbankan akan tetap tumbuh positif pada kuartal II 2023.
“Kinerja kredit terus membaik pada kuartal II 2023 seiring dengan tingkat pertumbuhan normalnya,” kata ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam laporan Indonesia Economic Outlook Q3-2023 yang diterima di Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Pada kuartal I 2023, total pertumbuhan kredit mencapai 10,36 persen year on year (yoy), lebih rendah bila dibandingkan capaian pada kuartal IV 2022 yang sebesar 11,52 persen (yoy).
Kendati demikian, kredit konsumsi terus meningkat yakni menjadi 9,41 persen (yoy) pada kuartal I 2023 dari 9,12 persen pada kuartal sebelumnya. Capaian tersebut didukung oleh daya beli masyarakat yang membaik dan tingkat inflasi yang terkendali.
Sementara kelompok kredit modal kerja dan kredit investasi turun masing-masing menjadi 9,79 persen yoy dan 12,33 persen yoy pada kuartal I, dari 11,82 persen (yoy) dan 13,56 persen (yoy) pada kuartal sebelumnya.
Menurut Riefky, perkembangan tersebut menunjukkan sejumlah kelompok kredit secara bertahap telah kembali ke lintasan pertumbuhan normalnya di sekitar delapan persen hingga 10 persen, karena tren pertumbuhan yang lebih tinggi pada tahun 2022 dapat disebabkan oleh kontraksi yang tajam di 2021.
Riekfy juga menyinggung data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memperlihatkan bahwa industri perbankan Indonesia masih resilien di tengah perlambatan ekonomi global dan gejolak perbankan global, khususnya negara-negara maju. Perbankan domestik menunjukkan indikator yang relatif kuat ditopang oleh likuiditas yang cukup memadai dan kualitas aset yang baik.