Jakarta, TopBusiness – Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan tantangan sektor asuransi di 2024. Sejumlah regulasi dan peraturan menjadi perhatian sektor tersebut.
“Tantangannya adalah permodalan karena di pengujung 2023 ada ‘kado’ berupa peraturan perasuransian yang dikeluarkan,” kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon dalam media gathering di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis, 25 Januari 2024.
Budi merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Beleid yang akan mulai efektif berlaku pada 2026 itu mengatur modal disetor untuk perusahaan asuransi dan reasuransi yang baru didirikan. “Jadi harus ada tambahan modal sesuai peraturan dan membawa kewajiban pada perusahaan asuransi jiwa dan umum untuk meningkatkan ekuitas,” jelas Budi .
Tantangan kedua, yakni terkait spin-off bagi asuransi yang punya unit usaha syariah. Penyedia jasa wajib menambah modal anak perusahaan syariah yang akan di-spin off paling lambat 2026.
“Ketiga, penerapan IFRS-17/PSAK-74 yang dampaknya ke ekuitas perusahaan dan ada kemungkinan laba yang diakui perusahaan lebih kecil,” tegas Budi.
Budi menjelaskan perbedaan hasil laba itu lantaran sistem perhitungan yang berbeda. Misalnya ekuitas perusahaan dihitung dengan cara ABC saat ini. Pemberlakuan PSAK-74 membuat ekuitasnya dihitung dengan cara XYZ.
“Kalau hanya jadi lebih kecil tapi positif, itu cukup pusing. Tapi bayangkan kalau jadi negatif, itu menggerus ekuitas yang sebelumnya. Jadi dalam dua, tiga, empat tahun ke depan butuh tambahan modal,” jelas Budi.