Jakarta, TopBusiness—Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin) terus berupaya meningkatkan daya saing industri manufaktur yang menerapkan prinsip berkelanjutan. Salah satu upayanya adalah melalui kebijakan industri hijau yang secara garis besar sudah mencakup tiga pilar dalam aspek sustainability, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial.
“Industri hijau juga dapat digunakan sebagai tools dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target yang telah ditetapkan,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, dalam keterangan tertulis untuk wartawan (1/5/2024).
Menurut Kepala BSKJI, pengembangan industri hijau bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi membutuhkan peran aktif dari semua pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah, untuk mendorong para pelaku usaha di sektor industri bertransformasi dari industri konvensional menjadi industri hijau melalui penerapan Standar Industri Hijau (SIH).
“Dengan penerapan industri hijau diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” ujarnya.
Penerapan SIH merupakan salah satu instrumen yang akan menjadi backbone untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Social Development Goal’s/SDG’s), Environmental Social Governance (ESG), maupun Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, serta Net Zero Emission sektor industri manufaktur pada tahun 2050 atau lebih awal.
“Kami akan mendorong SIH ini untuk memperkuat akses pasar, akses pendanaan, sekaligus pendorong pencapaian target dekarbonisasi,” imbuhnya.