Jakarta, TopBusiness – Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau LPPNPI yang juga biasa disebut AirNav Indonesia telah menjalani bisnis di tahun 2023 lalu dengan sungguh membanggakan. Baik dari kinerja keuangan maupun kinerja bisnis. Tercatat, dari sisi pendapatan, asset, laba bersih, dan kinerja bisnis Perusahaan terus bertumbuh.
Dari kinerja keuangan, untuk pendapatan dari Rp2,23 triliun di 2022 meningkat menjadi Rp3,12 triliun per akhir 2023. Dengan laba bersih yang berhasil diraih tahun lalu mencapai Rp378,16 miliar yang juga naik dari 2022 di angka Rp 154,52 miliar. Untuk asset yang berhasil dikumpulkan AirNav juga meningkat menjadi Rp7,01 triliun dari sebelumnya Rp4,94 triliun.
Untuk kinerja bisnis dari produksi en-route juga naik. Dari 277.954.290 unit rute di 2022 menjadi 374.983.989 route unit di 2023. Dan untuk produksi navigasi terminal meningkat menjadi 51.751.098 ton di 2023 dan sebelumnya 40.558.993 ton di 2022.
Diakui AirNav, kinerja positif ini memang salah satunya lantaran adanya implementasi Governance, Risk, and Compliance (GRC) dan Environmental, Social, and Governance (ESG) yang secara konsisten. Sehingga perusahaan navigasi yang menjaga kedaulatan ruang udara sipil di Indonesia ini berhasil membukukan laba bersih setelah di era pandemi sempat merugi.
“Dengan mandat menyelenggarakan jasa pelayanan navigasi penerbangan di Indonesia sesuai Peraturan Pemerintah No.77 Tahun 2012, AirNav Indonesia mengusung visi ‘Menjadi penyedia jasa pelayanan navigasi penerbangan bertaraf internasional’ dan misi ‘Menyediakan layanan navigasi penerbangan yang mengutamakan keselamatan, efisiensi penerbangan dan ramah lingkungan demi memenuhi ekspektasi pengguna jasa’,” jelas Azizatun Azhimah, Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko AirNav.
Pernyataan Azizatun ini disampaikan saat penjurian online TOP GRC Awards 2024 yang diselenggarakan Majalah TopBusiness, Senin (12/8/2024) lalu. Hadir mendampingi Azizatun yang juga turut memberikan penjelasan di depan dewan juri adalah Kepala Divisi Keuangan dan Manajemen Risiko Airnav, Didiet KSR dan Sekretaris Perusahaan AirNav, Hermana Soegijantoro.
Saat ini, AirNAv terbagi ke dalam dua area, yaitu Flight Information Regions (FIR) Jakarta dan FIR Ujung Pandang atau Makassar. Dengan melakukan kegiatan sebanyak di 292 titik bandara, yang terdiri dari 15 bandara eks Angkasa Pura (AP) I, 20 bandara eks AP II, dan 257 bandara lainnya. AirNav memang salah satu Perusahaan yang banyak melakukan efisiensi pegawai, sehingga trennya terus menurun.
“Kami ini sebagai Perusahaan yang masuk kategori high tech dan juga butuh SDM yang high skill, dengan begitu jumlah SDM menjadi lebih efisien,” ujar dia.
Peran AirNav sebagai Perusahaan yang strategis memang baru didirikan pada tahun 2012 lalu. Sebelumnya peran navigasi dikelola AP 1, AP 2, lainnya. Namun meski terbilang masih “muda”, BUMN satu ini tetap konsisten menerapkan GRC dan ESG. Tercatat ada lima milestone dalam implementasi GRC ini. Dimulai sejak 13 September 2012 lalu atau tanggal pendirian AirNav.
Saat itu, Airnav berdiri sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), yang sebelumnya pelayanan navigasi dikelola oleh PT Angkasa Pura I (Persero) dan PT Angkasa Pura II (Persero) serta UPT diserahkan kepada Perum LPPNPI atau yang lebih dikenal dengan AirNav Indonesia.
Kemudian di tahun 2014, lahirlah KEP.2406.1/LPPNPVXIl/2014 tentang Kebijakan Dan Pedoman Manajemen Risiko Perusahaan (Enterprise Risk Management/ERM) serta Prosedur Pengelolaan Risiko.
Selanjutnya di 2018, ada dua regulasi yaitu, pertama, KEP.1564/LPPNPI/IV/2018 tentang Perubahan Atas Keputusan Direksi Nomor : KEP.2406.1/LPPNPVXIl/2014 tentang Kebijakan Dan Pedoman Manajemen Risiko Perusahaan (Enterprise Risk Management/ERM) serta Prosedur Pengelolaan Risiko; dan kedua, Asesmen Risk Maturity Index dilakukan mulai Tahun 2018 hingga saat ini.
Lalu di 2021, lahirlah Peraturan Direksi Nomor: PER.003/LPPNPI/I/2021 tanggal 5 Januari 2021 tentang Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP); dan Peraturan Direksi Nomor : PER.004/LPPNPI/II/2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direksi Nomor : PER.003/LPPNPI/I/2019 Tentang Pedoman Perilaku (Code Of Conduct) di Lingkungan Perum LPPNPI.
“Dan di 2023 lalu, system dan struktur GRC semakin lengkap. Setelah Per Direksi tentang SMAP tadi, dan Per Direksi tentang Pedoman Perilaku (Code of Conduct) di Lingkungan Perum LPPNPI, sejak 2023 hingga saat ini, Perum LPPNPI sedang menyusun peraturan Direksi tentang Tata Kelola, Manajemen Risiko dan Kepatuhan yang mengacu pada Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-2/MBU/03/2023 tentang Pedoman Tata Kelola & Kegiatan Korporasi Signifikan BUMN,” terang dia.
GRC dan ESG
Sejauh ini, seperti dibeberkan Azizatun, implementasi GRC dan ESG memang sudah dilakukan secara selaras di AirNav Indonesia. Dan penerapan ini juga selalu berbarengan dengan program-program Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
Adapun untuk implementasi GRC dan dukungannya terhadap ketahanan dan kelincahan bisnis perusahaan seperti dalam penerapan manajemen risiko ketika ada keputusan strategis Perusahaan, maka unit yang membidangi risiko menyusun kajian risiko atau preliminary risk identification.
“Ini tujuannya untuk identifikasi awal potensi risiko yang bisa muncul atas obyek rencana kegiatan atau rencana program,” jelas dia.
Dengan kajian risiko awal atau preliminary risk identification seperti kajian risiko atas Usulan Investasi; kajian risiko Host to Host; Preliminary Risk Identification terkait Penggunaan Akses Jalan Ladar; Preliminary Risk Identification terkait CNS – ATM Managed Service; Preliminary Risk Identification terkait Director & Officers Liability Insurance; Preliminary Risk Identification terkait Dampak Penguatan Dollar Terhadap Figur RKAP 2024; dan Preliminary Risk Identification terkait Penghapusan Piutang Maskapai Yang Pailit.
Sementara terkait dengan ESG dan Sustainable Development Goals (SDGs), AirNav melaksanakannya berbarengan dengan program TJSL. Dalam hal ini, seluruh pekerja di semua kantor di Tanah Air dilibatkan untuk mendukung ESG dan SDGs ini.
Sebagai contoh, selain kebijakan dokumentasi yang paperless dan penghematan penggunaan energi, AirNav melakukan kegiatan pengurangan emisi. “Jadi kami ini sebagai perusahaan yang in charge dalam pelayanan navigasi, maka pelayan kami lakukan banyak melakukan upaya pengurangan emisi seperti UPR (user prefer route). Dimana pada saat terbang tidak menggunakan rute yang konvensional, tapi kami arahkan rute-rute pesawat yang selamat dan juga untuk hemat bahan bakar,” jelasnya.
Juga, kata dia, untuk antrean pesawat pun diatur waktu landing dan take off-nya sedimikian rupa agar semakin efektif, sehingga bisa mengurangi konsumsi bahan bakar dari pelanggan AirNav yang merupakan Perusahaan airline atau maskapai.
“Kami juga intens melakukan program penghijauan selam 2022-2023 lalu di lingkungan masyarakat yang ada di sekitar unit kerja AirNav di seluruh Indonesia. Dan dalam ESG ini kami kedepankan empat aspek yaitu ekonomi, lingkungan, sosial, dan tata kelola,” kata Azizatun.
“Hingga Juli 2024, efektifitas penyaluran dana Program TJSL senilai Rp10.521.643.465, atau 58,45% dari RKA 2024 sebesar Rp18 miliar. Adapun tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman pada bulan Juli 2024 yang dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang kolektibilitas tercapai sebesar 74,55%,” imbuhnya lagi.
IT Dukung Bisnis dan GRC
AirNav juga sudah mengandalkan peran IT dalam menjalankan kinerja bisnis dan implementasi GRC ini. Dalam mendukung pelaksanaan GRC, AirNav mengembangkan infrastruktur pendukung berupa system atau aplikasi yang dimiliki LPPNPI.
Seperti aplikasi Manajemen Risiko (AiRisk). Ini sejalan dengan Peraturan BUMN yang terbaru. “Jadi kami saat ini mengembangkan AiRisk. Dimana di AiRisk ini setiap cabang mengembangkan risk registration yang akan sampai kepada pelaporan di Kantor Pusat. Baru kemudian dikembangkan,” katanya.
Ada juga aplikasi AirNav Trust (WBS). Ini dikembangkan tahun 2023 lalu. AirNav menggunakan ini sebagai check and balance yang digunakan di setiap aktivitas operasional sampai unit kerja. Apabila ada aktivitas yang diduga ada pelanggan, maka aplikasi ini bisa digunakan untuk pelaporan oleh pekerja ke Kantor Pusat melalui system WBS ini.
Selanjutnya e-CHAIN (Competitiveness Human Resource of AirNav Indonesia). Seluruh kegiatan kepegawaian baik itu code of conduct, transaksi, dinas perjalanan, dan lainnya dilakukan di aplikasi ini. Selain untuk mengurangi kertas, juga meningkatkan akurasi dan transparansi.
Kemudian ada Sword (Standard Now Online on Record & Document), untuk dokumen kerja. Lalu ada Digital Signature ARSIPKU (AIRNAV Korespondensi dan Dokumentasi) untuk surat-menyurat. Dan pengembangan pendidikan karyawan ada NAVLEAP (Airnav Learning & Education Platform). Serta aplikasi e-Proc (Integrated Procurement System) untuk pengadaan sekaligus ada tim pengawasannya di aplikasi ini. Sehingga semua kegiatan pengadaan menjunjung tinggi aspek transparansi.
“Untuk bisnis ada HAADES (Highly Accurate Aircraft Data Enhancement System) dan STREA (Simultaneous Traffic Report & Evaluation of Aircraft Movement). Jadi, kami ini bisnis captive dan kami mengenakan charges ke customer yang sifatnya cost recovery dari semua pergerakan pesawat yang ada di Indonesia maupun yang hanya lewat (keluar-masuk). Kalau mendarat ada layanan TNC (terminal navigation charge), kalau melintas ruang udara ada sistem HAADES dan untuk yang keluar-masuk Indonesia ada STREA,” dia menerangkan.
Dan dalam pengelolaan IT pun, kata dia, sudah ada Sistem Manajemen Keamanan Informasi. Ini terdiri dari Asesmen Cyber Security Maturity (secara berkala oleh BSSN), PKS dengan BSSN (sebagai salah satu pihak berwenang), Security Awareness kepada seluruh karyawan Airnav yang dilakukan secara berkala (dalam bentuk webinar, campaign poster melalui e-chain/email), Penetration Test dan Vulnerability Asessment yang dilakukan secara berkala, penetapan prosedur yang berkaitan dengan insiden siber, dan sistem backup.