Jakarta, TopBusiness – Berbagai lembaga think-thank, yang di dalamnya termasuk Climateworks Centre, Centre for Policy Developmnet (CPD), Institute for Essential Service Reform (IESR), Indonesian Research Institute for Decarbonization (IRID), International Institute for Suistanable Development (IISD), dan Poernomo Yusgiantoro Center (PYC), yang tergabung dalam Energy Transition Policy Development (ETP) Forum, telah mengadakan diskusi tentang pencapaian dan tantangan yang dihadapi selama sepuluh tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan akan menggunakan sembilan butir rekomendasi yang dikategorikan ke dalam empat klaster sebagai landasan stategis untuk memimpin transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Klaster 1: Reformasi subsidi energi dan peningkatan akses energi terbarukan di daerah 3T.
1. Subsidi energi saat ini terbilang tidak tepat sasaran. Reformasi dengan implementasi direct-targed subsidy sangat diperlukan agar subsidi tersebut dapat langsung diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan dapat dilakukan melalui program berbasiskan digital dan basis data yang akurat.
2. Selain, akses energi yang andal dan bersih untuk daerah Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T) juga sangat penting. Pembangunan jaringan mikro, mini, dan off-grid berbasis komunitas atau koperasi dapat menjadi solusi konkrit.
Klaster 2: Tata kelola dan regulasi untuk transisi energi
3. Memisahkan peran regulator dan operator bisnis akan meningkatkan efisiensi dan mempercepat adopsi energi bersih melalui mekanisme yang lebih transparan. Dengan menerapkan kebijakan feed-in tariff, dan pengaturan wilayah usaha (wilus) listrik, maka dapat memperkuat pasar energi terbarukan. Untuk mempercepat pelaksanaan transisi energi, koordinasi lintas sektoral yang melibatkan lembaga strategis sangat penting.
4. Memperkuat institusi koordinasi untuk transisi energi yang dapat dilakukan antara lain dengan penguatan Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Undang-Undang dan pembentukan satuan tugas kordinasi (SATGAS) yang dipimpin oleh presiden atau wakil presiden untuk menjamin keterpaduan kebijakan, seperti kelembagaan penanggulangan kemiskinan atau respons bencana, sangat penting. Selain itu, untuk memastikan bahwa semua pihak, terutama masyarakat rentan dan tenaga kerja, mendapat manfaat dari transisi energi yang berkeadilan, regulasi pendukung seperti RUU EBET harus segera diterapkan.
5. Pengembangan tata kelola dan kelembagaan, serta tata kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai bagian upaya dekarbonisasi sektor energi perlu menjadi perhatian Pemerintah, khususnya perluasan implementasi NEK di luar sektor ketenagalistrikan, seperti sektor industri dan subsektor transportasi.
Klaster 3: Komitmen jangka panjang dan invetasi teknlogi untuk emisi nol bersih
6. Indonesia perlua menegaskan komitmennya dan posisinya dan berkontribusi pada target dan tujuan global dengan melakukan, namun tida terbatas pada: (1) peningkatan kapasitas bauran energi terbarukan hingga tiga kali lipat dan (2) pengadaan kapasitas efisiensi energi pada tahun 2030. Pemerintah juga perlu memastikan ada komitmen tegas untuk mencapai target emisi nol bersih terutama dengan memperkuat komitmen untuk percepatan penghentian operasional PLTU dan pengembangan carbon sink sebagai bagian dari stategi dekarbonisasi nasional.
7. Komitmen ini jelas memerlukan investasi besar dalam penelitian dan pengembangan teknologi baru seperti implementasi sistem baterai yang digunakan untuk transportasi publik yang bersih, serta pengunaan hidrogen dan amonia hijau sangat penting untuk memastikan keberhasilan transisi energi.
Klaster 4: Standar lingkungan dan dampak sosial transisi energi
8. Rencana pemanfaatan industri ekstraktif dan hilirisasi mineral kritis untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan tarnsisi energi yang berkeadilan harus berlandaskan standar lingkungan yang tinggi agar dalam perjalannya tidak merusak ekosistem lingkungan.
9. Selain itu, strategi transisi energi harus mempertimbangkan aspek-aspek dari lensa sosial seperti, Human Capital (HC), Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dan mitigasi potensi dampak negatif bagi masyarakat lokal. Filda C. Yusgiantoro dari PYC menyinggung, fungsi Dewan Energi Nasional (DEN)yang krusial di lanskap energi indonesia. “DEN sebagai pusat koordinasi perlu memastikan bahwa seluruh sektor dan kementerian menjalankan kebijakan energi yang selaras dengan visi ketahanan energi nasional secara transparan dan akuntabel”, tegasnya dalam paparan diskusi Kamis (24/10/2024) di PYC Center Bulungan, Jaksel.