
Jakarta, businessnews.id — Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo mengatakan bahwa tingginya tingkat suku bunga acuan (BI Rate) diakibatkan oleh kesalahan pemerintah dalam mengelola bahan bakar minyak (BBM).
“Kami menyambut baik apa yang dikatakan Pak Dahlan Iskan. Bahwa sungguh penting bagi Indonesia untuk bisa menciptakan lingkungan dengan tingkat suku bunga yang rendah. Namun apabila ditelusuri, paling tidak ada dua hal yang membuat tingkat bunga masih harus tinggi,” kata Agus di Jakarta hari ini.
Agus mengatakan, hal utama yang menyebabkan BI menaikkan suku bunga acuan pada Juni 2013 adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM pada pertengahan tahun lalu. Sehingga, lanjut dia, inflasi menjadi 8,3 persen yang selanjutnya direspons dengan kenaikan BI Rate.
Sebagaimana diketahui, selama tujuh bulan terakhir, BI mematok suku bunga acuan di level 7,5 persen, meski pada April 2014 tingkat inflasi sebesar 5,21 persen (year-on-year).
Lebih lanjut Agus mengatakan, pengelolaan BBM yang tidak tepat menjadi persoalan mendasar yang menyebabkan tingginya BI Rate. “Tidak ada insan di Indonesia yang menghendaki tingkat bunga yang tinggi,” imbuhnya.
Sejauh ini, tambah dia, pemerintah memberikan subsidi BBM dan listrik yang besar, sehingga setiap kali pengelolaan fiskal tertekan, maka secara otomatis inflasi meninggi. “Juni (2013) lalu, adalah sangat terlambat untuk menaikkan harga BBM,” katanya.
Sebelumnya di tempat yang sama, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menyatakan, upaya pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan akses masyarakat ke industri keuangan (financial inclusion) terhambat oleh kebijakan suku bunga tinggi. “Bagaimana mau financial inclusion, tetapi bunganya tinggi? Siapa yang mau terlibat di situ?” ujar Dahlan.
Harus Kurangi Subsidi
Agus pun mengatakan, presiden RI mendatang dapat mengeluaran kebijakan energi yang tidak populis seperti pengurangan subsidi BBM.
“Jadi seandainya ada kandidat capres yang ingin mengurangi subsidi itu tentu sesuatu yang baik, malah satu bentuk reformasi struktural yang paling utama adalah pengelolaan energi yang lebih baik, itu tantangannya ke depan.”
Menurutnya, pemerintah saat ini sebenarnya sudah berencana untuk menghapus subsidi BBM, listrik, dan pangan, secara bertahap. Namun demikian, sejauh ini pemerintah masih melihat dan memertimbangkan dampak yang akan terjadi pada masyarakat miskin.
“Kalau saya lihat di pemerintahan sekarang pun sebetulnya pembangunan jangka menengah itu direncanakan untuk menghilangkan subsidi tersebut. Tapi perhatian kepada kaum miskin tetap dilaksanakan dan dipertimbangkan,” dia berkata.
Namun secara umum dia menilai, pemerintah harus mengelola subsidi energi agar ke depan lebih baik lagi. “Karena administed prices umumnya yang selalu mendorong inflasi, akibatnya tingkat bunga susah untuk rendah,” papar Agus. (ZIZ)
EDITOR: DHI