Belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan adanya depresiasi rupiah yang hampir menembus Rp15.000/dollar. Seperti dilansir dalam laman www.beacukai.go.id per 5 Oktober 2018, rupiah mencapai Rp14.928/1 USD. Sejak awal tahun 2018 nilai tukar rupiah memang terus mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bank Indonesia mencatat sejak Januari hingga September 2018, rupiah sudah melemah sebesar 15,87 persen (year to date).
Oleh : Mutmainatul Hida*
Pegawai DJBC Kementerian Keuangan
Perang dagang Amerika Serikat-China diduga menjadi penyebab utama terjadinya pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Rencana bank sentral AS, The Fed, untuk menaikkan suku bunga acuannya, juga menjadi sentimen negatif bagi rupiah.
Kebijakan pengendalian impor digadang-gadang mampu berdampak signifikan di tengah pelemahan rupiah terhadap dollar. Hal ini diharapkan dapat menjadi solusi, mengingat menurut Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor Indonesia menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun, selama lima tahun terakhir.
Kenaikan Tarif PPh Impor
Pemerintah telah menerapkan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor terhadap 1.147 komoditas. Hal itu merupakan hasil peninjauan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 132 tahun 2015, nomor 6 tahun 2017, dan nomor 34 tahun 2017. Peninjauan dilakukan secara bersama-sama oleh Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden. “Instrumen fiskal ini bertujuan untuk mengendalikan impor namun kami telah meneliti dengan detail agar tidak mempengaruhi atau memberikan pengaruh minimal pada sektor produktif,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani merinci, terdapat 210 komoditas yang mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Komoditas tersebut di antaranya adalah barang mewah seperti mobil Completely Built Up (CBU) atau mobil secara utuh dan motor besar.
Kemudian, 218 komoditas mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik serta keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik, dan peralatan masak.
Selanjutnya, 719 komoditas mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Barang yang masuk dalam kategori ini adalah barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya, bahan bangunan seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio visual, dan produk tekstil.
Selain menaikkan tarif PPh 22 impor 1.147 barang konsumsi, pengendalian impor juga dilakukan melalui 4 langkah lainnya, yakni penggunaan biodiesel B20 sebagai substitusi impor solar, peningkatan penggunaan komponen lokal (TKDN) pada proyek-proyek infrastruktur, kepastian dan kemudahan layanan e-commerce, dan penilaian impor barang konsumsi melalui program sinergi Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
Dengan adanya pembatasan impor, diharapkan bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk menggenjot industri dalam negeri. Mengingat dalam laporan Perkembangan Perdagangan Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, tingkat ekspor Indonesia menurun dengan tren 6,60% per tahun.
Indonesia memiliki celah untuk menaikkan ekspor, ditengah perang dagang Amerika Serikat-China yang semakin kuat. Dengan kenaikan tarif yang dilakukan AS atau China, peluang ekspor AS ke China maupun ekspor China ke AS diperkirakan turun drastis.
Indonesia dapat mengisi pasar AS yang sebelumnya diekspor China, terutama produk dari besi, baja, dan aluminium. Di sisi yang lain, Indonesia juga dapat mengisi pasar China yang sebelumnya di impor dari AS dengan produk buah-buahan, benda dari besi-baja, dan aluminium. Peluang ekspor ini, dapat menambah devisa negara sekaligus menjaga keseimbangan neraca perdagangan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Drs. Iman Pambagyo, mengatakan bahwa pemerintah terus memperkuat diplomasi perdagangan secara bilateral atau multilateral untuk mendorong ekspor. Peningkatan akses pasar ekspor dilakukan dengan cara mempercepat perundingan melalui perjanjian perdagangan bebas, tarif preferensial (yakni pengenaan tarif khusus yang lebih rendah, atas bea impor dari negara tertentu), dan kerjasama ekonomi komprehensif.
Pemerintah melalui institusi Bea dan Cukai juga mendorong perindustrian dalam negeri supaya mampu bersaing dengan negara lain. Diantaranya adalah dengan memberikan beberapa fasilitas, seperti KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) dan kawasan berikat yang memberikan fasilitas berupa pembebasan dan/atau penangguhan bea masuk. Hal tersebut diperkirakan mampu meningkatkan daya tarik investor luar negeri untuk menanamkan investasinya di Indonesia.
Kembangkan Pusat Logistik Berikat G2
Pemerintah juga mendorong Industri kecil dan Menengah (IKM) untuk ikut serta dalam kegiatan ekspor dengan membangun PLB (Pusat Logistik Berikat). Saat ini, Bea Cukai telah meluncurkan PLB Generasi 2 (PLB G2) yang diresmikan pada 27 Maret 2018. PLB G2 merupakan pengembangan dari PLB generasi pertama yang masih berfokus pada logistik, bahan baku, dan barang modal.
Sementara PLB G2 akan mengakomodir bidang usaha yang lebih luas. Terdapat delapan jenis bidang usaha yang diakomodir dalam PLB G2, di antaranya PLB Industri Besar, PLB IKM, PLB Barang Jadi, PLB e-commerce, PLB Bahan Pokok, PLB Hub Cargo Udara, PLB Floating Storage, dan PLB Bursa Komoditas.
Plt. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, Ambang Priyonggo, menyatakan bahwa, sejak diresmikan oleh Presiden pada 27 Maret 2018, tingkat okupansi PLB menunjukkan peningkatan. Hingga saat ini, utilisasi PLB telah mencapai 51 persen dengan total luas PLB mencapai 84,2 hektare.
Dari data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, saat ini sudah terdapat 64 PLB di 89 lokasi. Seluruh PLB meliputi otomotif, makanan dan minuman, alat berat, IKM, tekstil dan lain-lain.
Melalui berbagai usaha tersebut, pemerintah berharap ‘badai’ nilai tukar rupiah yang menjadi penggerus perekonomian, dapat sedikit mereda, sehingga stabilitas dan pertumbuhan dapat berjalan beriringan.
*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili kebijakan instansi