Bonus demografi berkaitan erat dengan jumlah penduduk atau sumber daya manusia (SDM) berusia produktif. Secara teori, faktor SDM mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurut Theodore Schultz dalam Investing in Human Capital (1971), pembangunan sektor pendidikan yang memposisikan manusia sebagai fokus dalam pembangunan, telah memberikan kontribusi langsung dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Indonesia, yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, memiliki potensi untuk menumbuhkan ekonominya secara signifikan, karena sedang memasuki masa yang sangat krusial untuk proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bernama era bonus demografi.
Era bonus demografi, atau yang dikenal juga dengan istilah surplus demografi, ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mendominasi atau yang melebihi jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan mencapai 265 juta orang dengan jumlah penduduk usia produktif sebanyak 179 juta, atau 67,5 persen dari total penduduk. Hal tersebut menandakan bahwa Indonesia pada tahun 2018 telah memasuki era bonus demografi.
Rasio Ketergantungan Menurun
Selain dari komposisi penduduk, era bonus demografi juga ditandai dengan angka rasio ketergantungan yang rendah. Rasio ketergantungan ini menujukan jumlah penduduk tidak produktif yang kehidupannya tergantung oleh 100 penduduk produktif. Tren penurunan rasio ketergantungan sendiri telah dimulai sejak tahun 1971 (86 persen), kemudian menurun terus sejak tahun 2012, dimana angka rasio ketergantungan telah berada di bawah 50 persen.
Menurut Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2015, rasio ketergantungan penduduk Indonesia adalah 49,2 persen, angka tersebut bermakna bahwa 49 penduduk usia tidak produktif kehidupannya ditopang oleh 100 penduduk usia produktif. Dari proyeksi yang telah dilakukan BPS, puncak era bonus demografi akan terjadi pada tahun 2030 dengan proyeksi rasio ketergantungan sebesar 46,9 persen dan jumlah penduduk usia produktif mencapai 70 persen dari total penduduk.
Fenomena penurunan angka rasio ketergantungan, diproyeksi akan terus berlanjut sampai dengan tahun 2030. Hal ini akan membuat biaya yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan penduduk usia tidak produktif pada rentang waktu tersebut menjadi berkurang, sehingga sumber daya tersebut dapat dialihkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Antisipasi Bonus Demografi ketika TPT Naik
Bonus demografi akan menjadi “bonus” apabila pemerintah berhasil memanfaatkan kondisi tersebut, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, apabila pemerintah gagal dalam memanfaatkannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka akan berakibat pada peningkatan angka pengangguran. Hal ini disebabkan oleh jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh ketersediaan lapangan kerja yang memadai.
Tren peningkatan jumlah penduduk usia produktif dan penurunan rasio ketergantungan sampai dengan tahun 2018 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk mendapatkan bonus demografi. Sejak 1961, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum selalu mengalami peningkatan dengan pengecualian pada tahun 1963 dan tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi. Untuk tahun 2018, pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan sebesar 5,27 persen sampai dengan Triwulan II, yang merupakan tertinggi ketiga diantara negara G-20. Namun pertumbuhan tersebut juga diikuti oleh kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2018 menjadi 5,13. Angka TPT merupakan yang tertinggi ketiga di antara negara-negara ASEAN. Hal tersebut menandakan bahwa Indonesia masih dapat memanfaatkan era bonus demografi dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, walaupun belum maksimal karena masih diikuti oleh kenaikan TPT.
Naiknya tingkat pengangguran, disebabkan oleh sebagian besar lapangan kerja yang tersedia masih didominasi oleh lapangan kerja yang bersifat padat modal. Maka dari itu, pemerintah harus berfokus pada pembangunan lapangan kerja yang bersifat padat karya. Pembangunan lapangan kerja padat karya akan menyerap tenaga kerja, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini harus dilakukan secara terus menerus, mengingat era bonus demografi masih akan berlanjut sampai tahun 2030.
Selain itu, pemerintah juga dapat menerapkan kebijakan pengurangan volume impor barang serta meningkatkan produksi dan konsumsi atas barang-barang produksi dalam negeri. Peningkatan barang produksi dalam negeri, akan meningkatkan pangsa sektor industri yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja. Pemerintah juga perlu meningkatkan kesadaran masyarakat atas kualitas barang produksi dalam negeri yang sudah meningkat, namun masih dianggap inferior dibanding produksi luar negeri.
Penyediaan infrastruktur dan penerapan kebijakan ekonomi tentunya tidak cukup untuk memaksimalkan kesempatan untuk memanfaatkan era bonus demografi. Yang paling penting tentu saja adalah penyiapan penduduk usia produktif yang mempunyai kualitas dan kompetensi untuk bersaing pada dunia kerja.
Pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada penduduk usia produktif harus sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dunia kerja saat ini maupun di masa depan. Ketidaksesuaian dalam pemberian pendidikan yang diberikan dan yang dibutuhkan oleh dunia kerja hanya akan meningkatkan angka pengangguran. Selain harus sesuai, pendidikan dan pelatihan yang diberikan juga harus berkualitas dan berkompetensi untuk menghasilkan tenaga kerja yang terampil. Hal tersebut untuk menghindari yang dialami oleh India, yang saat ini dianggap gagal dalam memanfaatkan bonus demografi karena banyaknya tenaga kerja yang kurang terampil, sehingga harus bergantung kepada tenaga kerja asing untuk menutupi kekurangan tenaga kerja terampilnya.
Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan bimbingan agar SDM tidak hanya berperan sebagai pencari lapangan kerja, namun juga sebagai pencipta lapangan kerja, atau dengan kata lain sebagai pengusaha. Jumlah pengusaha di Indonesia saat ini hanya mencapai 1,65 persen dari total penduduk, padahal idealnya jumlah pengusaha pada suatu negara adalah 2 persen dari total penduduk. Bahkan pada negara maju seperti Singapura, jumlah pengusaha nya mencapai 7 persen dari total penduduk.
Era bonus demografi mempunyai potensi yang sangat besar untuk perkembangan dan kemajuan suatu negara. Kesiapan pemerintah dan masyarakatnya sangat diperlukan agar era bonus demografi kali ini, dapat memberikan manfaat untuk memajukan Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi. Apabila berhasil dilakukan, maka akan menjadi modal bagi Indonesia untuk menjalani era baru setelah berakhirnya bonus demografi.
Penulis: Dikzi Adhi Prasetya, pemerhati ekonomi dan kependudukan