
Jakarta — PT Pertamina mesti mewaspadai kemungkinan teror asing terkait rencana mengambil alih pengelolaan Blok Mahakam (Kalimantan) di tahun 2017 dan seterusnya. Satu bentuk ancaman itu adalah isu penurunan belanja minyak oleh perusahaan minyak asing tertentu bila Pertamina memiliki 100 persen blok tersebut. Terlepas dari itu, Pertamina harus didukung penuh oleh Pemerintah Indonesia untuk mengelola Blok Mahakam. Demikian situasi yang muncul dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan jajaran direksi Pertamina, di Jakarta hari ini.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana, mengatakan bahwa isu ancaman penurunan belanja minyak itu perlu dicermati. Sebab, bisa mengimbas kepada pengurangan produksi Blok Mahakam. “Permasalahan seperti ini bukan hanya menyangkut kesiapan Pertamina. Kalau ancaman itu terjadi, tentu Pertamina sulit melakukan recovery,” kata dia.
Informasi perihal ancaman pengurangan belanja itu, Erik menambahkan, didapat saat melakukan kunjungan kerja ke Bontang. “Tidak bisa tidak, Blok Mahakam harus diambil 100 persen oleh Pertamina. Dan Pertamina mau atau tidak harus siap,” kata dia lagi.
Adapun Abdullah Abdurrahman, anggota Komisi VI DPR RI, juga menyatakan sangat mendukung pengambilalihan itu. Dulu pun, saat mengambil alih sebuah blok minyak di tahun 2009, Pertamina berhasil menaikkan produksi dari 21.000 bph ke 33.000 bph. “Jadi yang perlu diantisipasi adalah ancaman-ancaman dari pihak asing itu,” kata Abdurrahman.
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, pihaknya punya kemampuan finansial untuk mengambil alih Blok Mahakam. “Kami siap. Apalagi, blok tersebut di zona positive cash flow,” kata Karen.