Jakarta, TopBusiness—Pemerintah Indonesia perlu memerjelas batasan PSO (public service obligation) untuk perusahaan BUMN (badan usaha milik negara). Sebabnya, dengan batasan PSO yang lebih jelas, BUMN tidak mendapatkan suatu kendala dalam bisnis.
“Di satu sisi, BUMN memang mendapat kekhususan dari pemerintah daripada perusahaan swasta. Seperti dalam proyek infrastruktur. Tetapi di sisi lain, mereka punya kendala, antara lain dalam batasan kewajiban PSO,” kata pengamat ekonomi dari Indef, Eko Listiyanto, di kantornya di Jakarta (9/7/2019), dalam wawancara dengan wartawan Majalah TopBusiness.
Bagaimana rincinya batasan PSO tersebut? Jawab dia, “Misalnya, PSO itu berapa persen? PSO memang kewajiban, tetapi batasannya perlu jelas agar tidak menjadi instrumen politik.”
Memang ada BUMN yang menjalankan PSO sekaligus mendapatkan tetap mendapatkan laba bersih yang bagus. Misalnya, Pertamina yang menjalankan PSO dalam pengadaan energi, tetapi tetap mendapatkan laba bersih yang baik. “Akan tetapi, sebaiknya batasan PSO itu diperjelas,” Eko menegaskan.
Potensinya Masih Tinggi
Eko pun mengatakan bahwa kontribusi BUMN ke perekonomian Indonesia cukup baik. Tetapi, sejatinya potensinya bisa lebih daripada yang sekarang.
Beberapa BUMN mampu menjadi regional champion. Juga, beberapa bank BUMN ada yang masuk dalam perusahaan kelas dunia versi media internasional. Jadi, ada nilai plus dari BUMN.
Garuda Indonesia, dengan kondisi yang sekarang terjadi, juga sejatinya punya kelebihan. Di aspek pelayanan, Garuda termasuk yang kelasnya bagus.
Namun ketika dipilih lebih cermat, sebenarnya tidak banyak BUMN yang bagus di sektornya, dan bisa menjadi icon. Contoh yang bagus di sektornya, misalnya Kimia Farma.
“Kalau saya cermati, BUMN yang bagus dari sisi keuangan, aspek manajemen, reputasi internasional, dan lain-lain, jumlahnya terbatas. Mungkin tidak sampai 10 perusahaan,” kata dia.
Untuk ke depan, memang sejatinya pemerintah Indonesia perlu mencermati sejumlah hal. Misalnya dengan melakukan merger BUMN.
“Saya rasa, merger lebih pas daripada pembentukan holding BUMN. Dengan holding, yang ada terbatas ke pembentukan cluster,” kata dia.
(Adhito)