
Jakarta, businessnews.id — LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) menyatakan telah memberikan kesempatan yang sama ke peserta lelang pembelian 99,96 persen saham PT Bank Mutiara,Tbk. Namun, penawar terbaiknya jatuhnya pada investor asalnya Jepang yakni J-trust.
“Kita kan tendernya terbuka, kebetulan yang menang asing. Tapi proses tendernya ada peserta lokal,“ terang Kepala Eksekutif LPS Kartiko Wirjoatmodjo di Jakarta (23/9/2014).
Namun sampai proses akhir pelelangan, J-trust dipandang melakukan penawaran terbaik. Sementara terkait harganya, Kartiko tidak mau mengungkapkan.
Hanya saja, karena ini merupakan penyelamatan perbankan, bisa saja merugi. “Sebab dalam rangka menyelamatkan sistem perbankan dan menyelamatkan nasabah,” terang dia.
Seperti diketahui, PMS (penyertaan modal sementara) dari pemerintah untuk pertama tahun 2008, pada Bank Century, sebesar Rp 6,7 triliun.
Dan setelah berubah nama menjadi Bank Mutiara, tahun 2013 LPS kembali menyuntikkan modal sebesar Rp 1,3 triliun.
Sementara nilai jual bank nasional umumnya 3-4 kali nilai buku, nilai buku Bank Mutiara per Juni 2014 hanya Rp 1,5 triliun.
Ia menambahkan, pihaknya hanya mengajukan satu nama untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena pengajuan dua nama tidak memungkinkan.
Dalam hal itu, ada proses RUPS (rapat umum pemegang saham) Bank Mutiara yang harus diumumkan ke media massa. “Kami rencanakan, RUPS tanggal 20 Oktober 2014,” terang dia.
Sementara, terkait dengan 0,04 saham publik di bank itu, pihaknya sedang membicarakan dengan KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia). “Kami lihat, bagaimana regulasi pasar modalnya,” terang dia.
Undang-undang JPSK
Kartiko pun berkata, pihaknya meminta pemerintah dan DPR baru, segera membahas Rancangan Undang-undang JPSK (RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan). Sebab, krisis keuangan saat ini kian kerap terjadi dan dalam rentang waktu yang pendek.
Dalam RUU tersebut, paling tidak tiga hal penting harus diatur.
Pertama, siapa yang menentukan krisis itu, apakah pemerintah atau atas persetujuan DPR. Hal ini harus diperjelas.
Hal kedua, menyangkut parameter atau ukuran krisis keuangan, sebab saat terjadi krisis keuangan tahun 2008, dan Bank Century dikucuri dana talangan, ada yang menyatakan saat itu terjadi krisis , namun ada yang menyatakan tidak terjadi krisis.
”Nah, kriteria krisis itu suatu yang dilandasi hukum sehingga tidak ada perdebatan tentang itu.”
Hal ketiga, saat krisis, tindakan apa yang bisa diambil oleh pengambil kebijakan; misalnya boleh mengeluarkan dana untuk menalangi bank, boleh mengambil alih bank, dan sebagainya.
“Sehingga, kami minta DPR dan pemerintah segera menyusun RUU JSPK.”
Ia menambahkan, krisis keuangan semakin sering terjadi sehingga harus diangggap bahwa krisis ekonomi suatu yang normal .
Karena normal, segala infrastruktur untuk menanggani krisis harus lebih baik. Salah satunya menjaga ketahananan perbankan karena itu sektor yang paling rawan goncangan terhadap krisis.
“Jadi, kami ingin kerja sama Bank Indonesia (BI), OJK, dan LPS, semakin kuat agar siklus perekonomian semakin solid,” dia mengatakan.
Penulis/Peliput: Abdul Aziz
Editor: Achmad Adhito