Pada tahun 2015, pemerintah melalui Mahkamah Agung sebagai salah satu institusi hukum yang mempunyai tugas dan fungsi dalam menyelesaikan perkara, telah melakukan terobosan berupa pembentukan sidang di luar gedung pengadilan berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2014.
Oleh: : Irlany Yunita Siregar
(Pegawai di Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan)
Sidang di luar gedung pengadilan adalah sidang yang dilaksanakan secara tetap, berkala atau sewaktu-waktu oleh pengadilan di suatu tempat yang ada wilayah hukumnya, tetapi di luar tempat kedudukan pengadilan, dalam bentuk sidang keliling atau sidang di tempat sidang tetap (Zitting Plaatz), misal di kantor kecamatan atau kantor-kantor pemerintahan lain. Terobosan ini dilakukan sebagai jalan alternatif bagi para pencari keadilan yang yang berada di kabupaten/kota yang belum memiliki pengadilan negeri, sedangkan untuk membentuk pengadilan baru, pemerintah memiliki keterbatasan alokasi anggaran.
Penyelesaian perkara pada sidang di luar pengadilan dilaksanakan lebih ringkas dan cepat dibandingkan sidang reguler yaitu hanya selama selamatnya dua minggu. Namun mekanisme peradilan di luar gedung pengadilan memiliki kriteria-kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya hanya untuk perkara-perkara yang pembuktiannya mudah atau bersifat sederhana. Selain itu, peradilan ini juga membebankan biaya ringan, artinya biaya perkara atas suatu persidangan dapat dijangkau oleh masyarakat, diutamakan untuk para pencari keadilan yang sesuai kriteria dalam Perma Nomor 1 Tahun 2014, yaitu pencari keadilan yang dapat diberi hak biaya perkara cuma-cuma (prodeo).
Tanggapan positif didapatkan dari beberapa kalangan masyarakat yang pernah melaksanakan sidang di luar gedung pengadilan. Lokasi persidangan yang relatif lebih dekat dari tempat tinggal tentunya akan banyak menghemat biaya, demikian yang disampaikan oleh para pihak yang mengajukan perkara di wilayah hukum Sentani sebagaimana dikutip dari halaman resmi Pengadilan Agama Sentani pada 4 April 2019. Kemudahan-kemudahan ini sesuai dengan asas-asas umum peradilan berupa asas sederhana, cepat dan biaya ringan.
Pemerintah mengharapkan pelaksanaan sidang di luar gedung pengadilan ini dapat menjadi solusi atau alternatif ditengah keterbatasan dan skala prioritas di bidang penganggaran. Alternatif dimaksud diharapkan dapat terlaksana dengan tepat sasaran guna mewujudkan hadirnya Negara sebagai tonggak dari hukum yang berkeadilan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat di penjuru Indonesia.
Untuk mewujudkannya maka tidak akan pernah terlepas pada konteks pemenuhan kebutuhan di bidang penganggaran. Dalam bidang penganggaran ada istilah, dimana dalam mengalokasikan anggaran haruslah dilakukan dengan efisien dan efektif. Hal ini sejalan dengan kebijakan pengalokasian anggaran pada suatu organisasi pemerintah agar memperhatikan value for money yaitu dimana setiap nilai rupiah yang dihimpun dari masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan bernegara harus dapat dipertanggungjawabkan.
Sudah Optimalkah?
Lalu apakah pelaksanaan sidang diluar gedung pengadilan telah dilaksanakan dengan optimal dilihat dari aspek alokasi anggaran, produktifitas, dan serapan anggaran?
Berdasarkan data Business Intellegence dan wawancara dengan perwakilan Ditjen Badilum pada 11 November 2019, rata-rata prosentase alokasi anggaran yang digunakan untuk penyelesaian perkara di tingkat pertama pada peradilan di luar gedung pengadilan setiap tahunnya adalah 0,06% dari pagu total output. Adapun rata-rata kinerja anggaran dalam kurun empat tahun terakhir adalah sebesar 94,0% dari pagu, sedangkan untuk kinerja penanganan perkara dalam empat tahun terakhir rata-rata sebesar 105,9% dari beban target perkara di tingkat pertama atau setiap tahunnya sebanyak 24.585 perkara berhasil diselesaikan. Hasil tersebut merupakan hasil secara nasional yang menunjukkan bahwa pelaksanaan sidang di luar pengadilan sudah efektif serta memenuhi value for money.
Namun selanjutnya Direktorat Polhukhankam dan Babun, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan sebagai mitra Mahkamah Agung melakukan penelitian lebih lanjut khusus terhadap lima Pengadilan Negeri (PN), yaitu PN Saumlaki, PN Mataram, PN Kupang, PN Nabire dan PN Manokwari yang dianggap paling mewakili keterbatasan jangkauan wilayah hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan sidang reguler di wilayah hukum pengadilan-pengadilan ini ternyata dapat menyelesaikan lebih banyak perkara walaupun dengan total pagu yang lebih kecil.
Kinerja kelima pengadilan negeri tersebut dari tahun 2015-2018 menunjukkan bahwa rata-rata realisasi pagu yang terendah untuk output sidang diluar gedung pengadilan yaitu hanya 70,5% pada Pengadilan Negeri Kupang sedangkan rata-rata perbandingan target perkara terhadap realisasi penyelesaian perkara sempat hanya tercapai 56,4% yaitu di Pengadilan Negeri Saumlaki. Apabila dibandingkan dengan realisasi untuk sidang reguler, rata-rata realisasi pagu tahun 2015-2018 yang terkecil menyentuh prosentase 74,5% sedangkan untuk rata-rata perbandingan target perkara terhadap realisasi penyelesaian perkara terendah adalah mencapai 88,8 %, keduanya pada Pengadilan Negeri Kupang.
Kurangnya optimalisasi anggaran ini juga dikarenakan dalam pelaksanaan sidang reguler, alokasi anggaran lebih banyak terserap untuk pos belanja barang, sedangkan dalam pelaksanaan sidang di luar gedung pengadilan, kelima pengadilan memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu pagu lebih banyak digunakan untuk memenuhi biaya perjalanan dinas para aparat penegak hukum yang harus datang ke tempat sidang di luar gedung pengadilan.
Pelaksanaan sidang di luar gedung pengadilan belum seluruhnya optimal apabila dilihat dari pengalokasian anggaran, produktivitas, realisasi penyerapan anggaran dan realisasi target volume perkara. Pemerintah melalui Mahkamah Agung harus meningkatkan optimalisasi pelaksanaan sidang di luar gedung pengadilan dengan melakukan reviu dan perencanaan secara komprehensif untuk menghindari inefisiensi anggaran negara.
Sidang di luar gedung pengadilan merupakan sebuah ruang alternatif bagi Mahkamah Agung dalam melayani masyarakat pencari keadilan di daerah tertinggal. Terlepas dari hitung-hitungan alokasi anggaran negara, pada hakikatnya terdapat nilai utama dari pelaksanaan sidang di luar gedung pengadilan, yaitu dimana pun berada, masyarakat tetap bisa mendapatkan kepastian hukum sebagai wujud “Negara Hadir” dalam melayani masyarakat pencari keadilan di seluruh wilayah Indonesia.