Jakarta, TopBusiness – Usai disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2020 lalu, maka akan ada roadmap atau peta jalan untuk implementasi dari PP ini.
Untuk tahun 2020-2021 itu, antara lain, pemerintah akan melakukan pengalihan dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke BP Tapera, juga pengalihan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS) ke BP Tapera, serta dilakukan operasional Tapera dengan focus pada layanan ASN, dan agenda lainnya.
Kemudian untuk periode 2022-2023 akan ada perluasan kepesertaan pada segmen BUMN/BUMD/BUMDes dan TNI/Polri serta adanya pengembangan layanan Tapera melalui aplikasi digital platform.
Hal ini seperti dikutip dari press briefing penyelenggaraan Tapera, ‘Menghimpun Dana Murah Jangka Panjang untuk Pembiayaan perumahan yang Layak dan Terjangkau’, ditulis Senin (8/6/2020).
Dalam pernyataan tersebut, disebutkan Tapera merupakan solusi mengatasi backlog perumahan dengan penyediaan dana murah jangka panjang dan berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang terjangkau dan layak huni, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Lantas siapa yang bisa mengikuti Tapera? Disebutkan di press briefing itu, seluruh pekerja dan pekerja mandiri menjadi segmen pengerahan dana tapera. Segmen peserta yang menerima manfaat berupa pembiayaan perumahan adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR).
Kelompok peserta tersebut adalah ASN, pegawai BUMN, BUMD, dan BUMDes, personel TNI-Polri, pegawai swasta, wirswasta atau pekerja mandiri dan WNA yang telah bekerja enam bulan.
“Untuk pengerahan dana ini masyarakat yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum maka wajib menjadi peserta, sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan di bawah upah minimum dapat menjadi peserta. Dengan batas penghasilan MBR adalah Rp8 juta,” katanya.
Sebelumnya disebutkan, pemerintah bakal segera mengalihkan outstanding FLPP ke dalam program Tapera yang nilainya saat ini mencapai sebesar Rp40 triliun. “Selama ini outstanding FLPP Rp40 triliun dan itu uang pemerintah yang pernah ditanam di Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP) dan itu melalui pengembalian pokok secara diangsur bulanan dan seterusnya diterima kembali oleh pemerintah,” terang Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto.
Sejauh ini, backlog perumahan dari data tersebut yakni sebanyak 11,4 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah di Indonesia. Angka tersebut setara dengan 16,8% dari 56 juta jumlah kepemilikan rumah dengan 68 juta jumlah rumah tangga yang ada. Jika dibandingkan dengan dua negara lain yang berpenduduk besar yakni China (10%) dan India (13,3%), maka backlog di Indonesia masih lebih tinggi.
Foto: Istimewa