Jakarta, TopBusiness – Dalam rangka mendukung pendanaan untuk Industri Pertambangan melalui Pasar Modal Indonesia, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi memperpanjang perjanjian kerja sama dengan Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko dan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Rizal Kasli pada 19 Juni 2020 untuk jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, BEI menyambut positif kerja sama yang baik antara BEI dengan IAGI dan PERHAPI ini yang sduah terjalin sejak 2014 lalu dalam rangka mendukung industri pertambangan.
Pasalnya, denagn kerja sama ini, dari sisi perusahaan, industri pertambangan dapat memanfaatkan pendanaan di pasar modal Indonesia. Sedang dari sisi BEI, wasit pasar modal itu mendapatkan bantuan dari pihak expert di bidang pertambangan dalam menjaga kualitas dan governance perusahaan tercatat.
“Tidak hanya itu, investor juga mendapatkan alternatif investasi yang beragam, khususnya pada industri pertambangan. Sehingga pada akhirnya kerja sama ini dapat memberikan dampak positif pada perekonomian, serta kepercayaan investor, baik lokal maupun global, untuk berinvestasi di Pasar Modal Indonesia” kata Nyoman di Jakarta, Senin (22/6/2020).
IAGI dan PERHAPI merupakan asosiasi profesi independen dan profesional yang menaungi ahli-ahli geologi dan ahli-ahli pertambangan di Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan IAGI dan PERHAPI sangat berperan dalam mendukung dan menjaga kualitas perusahaan pertambangan di Indonesia.
Dengan 6.232 orang jumlah anggota PERHAPI, serta 6.798 orang anggota IAGI, dengan 1.017 orang anggotanya adalah anggota Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) anak organisasi IAGI yang menaungi ahli-ahli geologi pertambangan di IAGI.
Anggota IAGI dan PERHAPI tersebar luas di dalam dan luar negeri, dan diharapkan dapat menjangkau seluruh perusahaan pertambangan yang tersebar di Indonesia. Dalam perjalanan profesionalnya, IAGI (berdiri pada tahun 1960) dan PERHAPI (berdiri pada tahun 1991) telah menorehkan banyak catatan penting yang berkaitan dengan industri pertambangan di Indonesia yang menjadi acuan hingga saat ini.
Antara lain, pertama, Standar pelaporan Hasil Eksplorasi bagi industri pertambangan; kedua, Standar pelaporan Estimasi Sumber Daya dan Cadangan (Mineral dan Batubara) atau dikenal sebagai Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (Kode KCMI, yang ada saat ini adalah Kode KCMI revisi kedua yang dilakukan pada 2017 sehingga dalam penulisannya sebagai Kode KCMI 2017).
Ketiga, Sistem tenaga kompeten (Competent Person Indonesia/CPI), dengan jumlah CPI dari PERHAPI dan IAGI saat ini adalah 391 orang termasuk beberapa di antaranya adalah tenaga ahli asing.
Kode KCMI digunakan di Indonesia dalam penyusunan pelaporan Hasil Eksplorasi, Estimasi Sumber Daya dan Cadangan (Mineral dan Batubara) yang dapat digunakan para investor dalam mengambil keputusan berinvestasi di Pasar Modal Indonesia dan sebagai acuan laporan kepada pemerintah sebagaimana tercantum pada Peraturan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara No. 569.K/30/DJB/2015.
Dan hingga kini Dalam upaya meningkatkan akses pendanaan perusahaan pertambangan di Pasar Modal Indonesia, serta memudahkan perusahaan pertambangan untuk dapat melantai di BEI, maka pada 20 Oktober 2014 BEI telahmenerbitkan Peraturan Bursa No. I.A-1 tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sejak peluncuran Peraturan tersebut hingga 31 Desember 2019, sebanyak 7 Perusahaan Tercatat telah menggunakan peraturan tersebut untuk melantai di BEI dengan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,79 triliun.
Dan hternyata ke-7 perusahaan tersebut telah mencatatkan peningkatan posisi maupun kinerja keuangan secara agregat yang cukup signifikan hingga akhir 2019. Antara lain, berupa peningkatan aset sebesar 429% menjadi total Rp18,7 triliun, peningkatan pendapatan sebesar 1.363% menjadi sebesar Rp9,4 triliun, dan kenaikan laba bersih sebanyak 1.394% menjadi sebesar Rp1,3 triliun.
Dan total hasil penawaran umum perdana saham dari perusahaan sektor pertambangan sejak tahun 2005 sampai dengan 12 Juni 2020 telah mencapai Rp39,26 triliun. Dengan demikian,apabila dibandingkan dengan sektor lainnya di BEI, maka sektor pertambangan merupakan sektor ke-2 terbesar dalam hal penghimpunan dana hasil penawaran umum perdana saham.
Foto: Rendy MR